Mengurai Pemikiran Prof Tatiek Sri Djatmiati Menyangkut Perizinan
Perempuan dan Pendidikan Hukum

Mengurai Pemikiran Prof Tatiek Sri Djatmiati Menyangkut Perizinan

Tujuan perizinan saat ini terjadi pergeseran, dari mengatur tingkah laku masyarakat menjadi instrumen pendapatan pemerintah.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Prof Tatiek menjelaskan perkembangan perizinan Indonesia telah terjadi pergeseran tujuan. Sejatinya perizinan merupakan instrumen yuridis untuk mengendalikan kehidupan masyarakat, namun beralih menjadi instrumen pendapatan tidak hanya tingkat pusat tetapi daerah. Bahkan dalam sudut pandang Hukum Administrasi, perizinan harus diberikan secara gratis, namun kondisi ini berbeda di Indonesia.

 

Pidato pengukuhannya tersebut juga mengungkap tindakan maladministrasi dalam perizinan Indonesia. Dia merujuk laporan Ombudsman RI yang menyatakan berbagai tindakan maladministrasi dalam perizinan seperti penundaan berlarut, tidak menangani, persengkongkolan, pemalsuan, di luar kompetensi, tidak cakap, penyalahgunaan wewenang, permintaan imbalan (KKN), penyimpangan prosedur, melalaikan kewajiban, bertindak tidak layak, penggelapan barang bukti, tidak adil, penguasaan tanpa hak, nyata-nyata berpihak, intervensi, pelanggaran Undang-Undang hingga perbuatan melawan hukum.

 

(Baca: Saat Ide Pembaharuan Hukum Acara Perdata Diangkat dalam Orasi Prof Efa Laela Fakhriah)

 

Prof Tatiek berpendapat buruknya perizinan akan berdampak negatif bagi negara. Salah satu dampaknya adalah kerusakan lingkungan. “Indonesia sungguh demikian kaya, dengan hamparan gunung, hutan, lautan dan kekayaaan lama yang terkandung di dalamnya. Tidak berlebihan kiranya kalau Presiden RI Pertama, Soekarno mengatakan bahwa kekayaan bumi pertiwi ini laksana untaian ratna mutu manikam bak zamrud khatulistiwa. Namun, sungguh patut disayangkan, bahwa di negara kita yang indah dan kekayaan alam berlimpah telah terjadi berbagai macam pencemaran dan pengrusakan kekayaan alam Indonesia,” kata Prof Tatiek.

 

Bila merujuk pidato tersebut, masalah perizinan masih terjadi hingga saat ini. Meski pemerintah telah berupaya mengeluarkan layanan perizinan secara online berupa One Single Submission (OSS). Namun, berbagai persoalan masih banyak terdapat dalam layanan tersebut. Komitmen perbaikan harus dilakukan pemerintah daerah dan pusat agar tujuan utama perizinan sebagai pelayanan publik dapat optimal.

 

Tidak hanya itu, Prof Tatiek juga menyoroti kebijakan pemerintah saat untuk ketiga kalinya dalam sejarah Indonesia setelah 1964 dan 1984, pemerintah kembali mencanangkan program tax amnesty (pengampunan pajak) bagi masyarakat Indonesia.

 

Dalam acara Gelar Inovasi Guru Besar Seri II bertajuk “Tax amnesty : Antara Harapan dan Kenyataan”, Prof Tatiek membahas program tax amnesty dari segi keahlian dibidangnya yakni Hukum Administrasi. Menurutnya banyak masyarakat yang menyatakan kontra akan program tersebut dan dengan dilandasi kecemburuan.

 

“Banyak sekali orang yang cemburu. Mereka beranggapan, kita sudah taat membayar pajak, nah ini yang tidak bayar pajak malah dapat pengampunan,” jelas Prof Tatiek saat itu seperti dikutip dari situs resmi Unair.

Tags:

Berita Terkait