Menimbang Urgensi Pilkada Melalui Sistem Perwakilan
Utama

Menimbang Urgensi Pilkada Melalui Sistem Perwakilan

Karena sistem pilkada langsung dinilai banyak mudharat-nya. Sementara Pilkada melalui sistem perwakilan di DPRD biaya lebih murah, pencegahan korupsi lebih mudah dikontrol.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Pernah di zaman SBY

Anggota Komisi II DPR, Almuzzamil Yusuf mengatakan, sistem pemilihan calon kepala daerah melalui sistem perwakilan di DPRD sudah pernah diterbitkan di penghujung era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, karena sebagian masyarakat menolak, pemerintah menerbitkan Perppu No.1 Tahun 2014 yang akhirnya disahkan menjadi UU No.1 Tahun 2015.

 

Menurut Muzzamil, momentum banyaknya kasus korupsi yang diduga dilakukan kepala daerah, ataupun saat Pilkada secara langsung menjadi tepat untuk dilakukan evaluasi. Sebab, dari sisi anggaran negara, pelaksanaan Pilkada langsung membutuhkan dana besar. Apalagi dengan menggunakan sistem Pilkada serentak.

 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menilai merujuk Pasal 18 UUD 1945 hanya menyebutkan pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis. Pasal 18 UUD 1945  ayat (4) menyebutkan, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.”

 

Karena itu, sistem Pilkada melalui perwakilan di DPRD bukanlah sebuah kemunduran. Berbeda dengan pemilihan anggota DPR, pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat. Menurutnya, frasa “secara demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) dapat ditafsirkan oleh UU yakni dipilih langsung oleh rakyat atau oleh wakil rakyat (di DPRD).

 

“Jadi keduanya dianut dan di berbagai negara sudah biasa begitu, bisa dipilih langsung rakyat atau wakil rakyat,” katanya.

 

Muzzamil berpendapat membandingkan kedua sistem pemilihan itu terdapat kelebihan dan kekurangan. Mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat misalnya, memang membuka peluang suap menyuap atau politik uang. Meskipun sistem pemilihan melalui perwakilan  pun politik uang pun bisa saja terjadi. Namun, pengawasan jauh lebih mudah ketimbang pemilihan kepala daerah secara langsung.

 

“Jadi kita memilih di antara mana yang lebih kecil mudharat-nya (keburukannya) dalam konteks saat ini di tengah kelemahan (minimnya) anggaran pemerintah. Belum lagi anggaran calon,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait