Menkeu Tegaskan Akses Obligor BLBI ke Lembaga Keuangan Diblokir
Utama

Menkeu Tegaskan Akses Obligor BLBI ke Lembaga Keuangan Diblokir

Diharapkan, tim Satgas BLBI yang baru dilantik bersama seluruh otoritas terkait mampu menutup seluruh celah aset, setidaknya yang terdapat di dalam negeri karena jumlahnya cukup banyak dan signifikan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI, akan memblokir akses para obligor kasus BLBI ke lembaga keuangan. Hal itu akan dilakukan melalui kerja sama dengan pihak Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena nama dan perusahaan para obligor BLBI sudah jelas.

“Ini bisa kita lakukan karena nama-nama mereka jelas dan perusahaannya juga ada, maka dari itu aset tracing menjadi penting dan kemudian obligasi atau kewajibannya bisa diidentifikasi,” kata Sri Mulyani seperti dikutip Antara usai Pelantikan Kelompok Kerja (Pokja) dan Sekretariat Satgas BLBI, Jumat (4/6).

Sri Mulyani menuturkan langkah pemblokiran ini akan ditempuh jika langkah persuasif pemerintah tidak dihiraukan mereka. Ia menjelaskan pemerintah tetap menyambut baik jika terdapat obligor BLBI maupun keturunannya yang memiliki upaya dan niat untuk menyelesaikan kasus ini.

“Saya menghargai umpamanya ada obligor yang bahkan sekarang turunannya putra atau putrinya mencoba reaching out kepada kita untuk menyelesaikan,” kata Menkeu Sri Mulyani.

Meski demikian tim satgas BLBI akan terus menghubungi dan melacak para obligor yang dilakukan bersama Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), serta Kejaksaan Agung. “Kalau itu juga belum maka kami akan bekerja sama dengan BI dan OJK agar akses mereka terhadap lembaga-lembaga keuangan bisa dilakukan pemblokiran,” ujar Sri Mulyani.

Ia menekankan langkah ekstra tersebut ditempuh oleh pemerintah mengingat kasus BLBI telah berlangsung lebih dari 20 tahun, sehingga tim satgas akan menggunakan seluruh instrumen yang dimiliki negara ini. “Tentu kami tidak lagi mempertanyakan niat baik atau tidak, dia mau membayar atau tidak,” ujar Sri Mulyani. (Baca: KPK Terbitkan SP3 Perkara Sjamsul Nursalim dan Istri)

Ia pun berharap tim satgas BLBI bersama seluruh otoritas terkait akan mampu secara rapi dan fokus menutup seluruh celah aset, setidaknya yang terdapat di dalam negeri karena jumlahnya cukup banyak dan signifikan. “Kita akan melakukan lebih fokus dan rapi sehingga harapannya dalam tiga tahun ini sebagian besar atau keseluruhan bisa kita dapatkan kembali hak negara tersebut,” kata Sri Mulyani.

Untuk diketahui, dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) maupun aset properti, pemerintah telah membentuk Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Pembentukan ini sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021. Adapun piutang tersebut mencapai Rp110,4 triliun.

“Ini adalah hak tagih negara yang berasal dari krisis perbankan tahun ’97/98.  Pada saat itu negara melakukan bail out melalui Bank Indonesia yang sampai hari ini pemerintah masih harus membayar biaya tersebut,” ujar Sri Mulyani.

Pokja dan Sekretariat ini bertugas membantu pelaksanaan tugas Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Dalam melakukan upaya penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara, terdapat tiga pokja dalam Satgas yang beranggotakan perwakilan dari Kementerian/Lembaga (K/L).

Pertama, Pokja Data dan Bukti yang bertugas melakukan pengumpulan, verifikasi, dan klasifikasi, serta tugas lain dalam rangka penyediaan data dan dokumen terkait debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain, perjanjian atau dokumen perikatan lainnya dan data/dokumen lain sehubungan penanganan hak tagih BLBI.

Pokja ini terdiri atas perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Kedua, Pokja Pelacakan yang bertugas melakukan pelacakan dan penelusuran data debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain, dan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak lain di dalam dan luar negeri.

Pokja ini terdiri dari perwakilan Badan Intelijen Negara (BIN), Kemenkeu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Ketiga, Pokja Penagihan dan Litigasi yang bertugas melakukan upaya penagihan, tindakan hukum/upaya hukum yang diperlukan dalam pengembalian dan pemulihan piutang dana BLBI baik di dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, pokja ini juga melakukan upaya hukum lainnya yang diperlukan.

Pokja ini terdiri dari perwakilan Kejaksaan, Kemenkeu, dan Kemenko Polhukam. Sesuai dengan ketentuan dalam Keppres 6/2021, Satgas diberikan jangka waktu sampai dengan 31 Desember 2023. “Tim Satgas kita harap akan menggunakan seluruh instrumen yang ada di negara ini. Kita berharap tentu masa tugas tiga tahun bisa dilaksanakan dengan kerja sama yang erat,” tegas Menkeu.

Masuk Pidana

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan para obligor kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang tidak kooperatif dan proaktif bisa masuk ranah hukum pidana.

“Kalau terjadi pembangkangan meskipun ini perdata, supaya ini diingat kalau disengaja, melanggar keperdataan, ini bisa saja nanti berbelok ke pidana,” katanya.

Mahfud berharap obligor dan debitur kasus BLBI dapat bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut uang negara ini secara baik dengan pemerintah. Dia menyatakan pemerintah akan sangat menyambut baik jika terdapat obligor atau debitur kasus BLBI yang proaktif yakni datang secara mandiri untuk menyelesaikan masalah baik menyerahkan barang, aset, maupun uang.

Ia menekankan para obligor dan debitur tidak akan bisa bersembunyi atau mangkir dari kasus ini mengingat pemerintah telah mengantongi daftar nama seluruh pihak yang terlibat. “Jadi kami tahu anda pun tahu. Jangan, tidak usah saling membuka. Mari kooperatif saja. Kami akan bekerja ini untuk negara dan Anda harus bekerja juga untuk negara,” tegasnya.

Ia menjelaskan kasus yang masuk dalam hukum perdata ini dapat dialihkan ke hukum pidana karena para obligor dan debitur telah tahu bahwa mereka memiliki utang namun tidak mau mengakuinya.

Tak hanya itu, hukum pidana juga dapat dikenakan pada obligor dan debitur kasus BLBI yang dengan sengaja memberikan bukti palsu dan selalu mangkir dari panggilan. “Ini suatu kerugian negara. Dia memperkaya diri sendiri atau orang lain,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait