Menyoal Pembayaran Uang Tunai vs Cashless Payment di Era Digital
Kolom

Menyoal Pembayaran Uang Tunai vs Cashless Payment di Era Digital

Merujuk UU Mata Uang, segala pembayaran dalam bentuk uang rupiah wajib diterima oleh seluruh pelaku kegiatan usaha di Indonesia. Sebaiknya sistem pembayaran yang berlaku pada setiap kali transaksi terjadi adalah sistem pembayaran optional.

Bacaan 4 Menit

Mari kita ulas dari pandangan hukum di Indonesia yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Definisi Mata Uang dalam Pasal 1 ayat 1 UU Mata Uang adalah "uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah". Pada Pasal 1 ayat 2 juga menjelaskan definisi uang sebagai "alat pembayaran yang sah".

Beberapa jenis uang yang diatur dalam UU Mata Uang adalah uang kertas dan uang logam. Bisa disimpulkan bahwa mata uang rupiah berupa uang kertas maupun uang logam merupakan alat pembayaran yang sah dan tetap berlaku sampai dengan saat ini. Bank Indonesia juga menuliskan sebuah kalimat pada uang kertas yang berbunyi sebagai berikut: “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia Mengeluarkan Rupiah Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah..

Kalimat di atas tercantum pada seluruh nominal pecahan uang kertas yang diterbitkan Bank Indonesia. Bank Indonesia secara langsung menegaskan bahwa setiap mata uang rupiah yang dikeluarkannya sebagai lembaga negara merupakan alat pembayaran yang sah.

Lalu bagaimana pandangan UU Mata Uang terkait penolakan pembayaran dengan uang tunai belakangan ini terjadi di Indonesia era digital? Pasal 33 ayat 2 UU Mata Uang mengatur sebagai berikut, "Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)."

Pasal 33 ayat 2 juga jelas melarang setiap orang untuk menolak penerimaan uang rupiah sebagai pembayaran selama kegiatan transaksinya berada dalam wilayah Indonesia. Segala pembayaran dalam bentuk uang rupiah wajib diterima oleh seluruh pelaku kegiatan usaha di Indonesia. Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia—Marlison Hakim—saat diwawancarai pers pada Senin, 20 Maret 2023. "Sepanjang transaksi pembayaran itu wajib menggunakan rupiah baik logam maupun kertas," kata Marlison Hakim saat itu.

Bisa disimpulkan bahwa penerapan mekanisme cashless payment seharusnya tidak menghalangi penerapan pembayaran tunai pada era digital ini. Penolakan yang terjadi jelas telah bertentangan dengan undang-undang. Undang-undang juga memungkinkan tuntutan pidana bagi pihak yang melakukan penolakan terhadap pembayaran menggunakan uang tunai.

Penulis setuju cashless payment berguna memudahkan, mendukung, bahkan mengusung kegiatan usaha mikro sampai usaha besar era digital yang lebih maju. Namun, seharusnya penerapan ini juga sejalan dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Sebaiknya sistem pembayaran yang berlaku pada setiap kali transaksi terjadi adalah sistem pembayaran optional. Pelaku usaha dan masyarakat tetap dapat memilih untuk melakukan pembayaran dengan menggunakan uang elektronik atau uang tunai.

*)Graceia Vidya D, S.H., adalah advokat di Jakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait