Menyoal Sengketa Nikel dan Reformasi Banding WTO
Terbaru

Menyoal Sengketa Nikel dan Reformasi Banding WTO

Narasi kedaulatan bangsa tak dapat digunakan sebagai argumentasi di depan forum internasional. Pemerintah Indonesia mesti mempersiapkan argumentasi dengan landasan hukum yang kuat dalam sengketa tersebut.

CR 30
Bacaan 3 Menit

Menurutnya, kekosongan anggota WTO dan protes Amerika Serikat disebabkan adanya proses yang menyimpang dari hukum acara penyelesaian sengketa di WTO. Amerika Serikat beralasan karena interpretasi badan banding dianggap yurisprudensi, padahal sebaliknya. Dia menilai, proses penyelesaian sengketa yang berlarut, dan badan banding kerap melakukan peradilan ulang padahal AS meyakini hanya memeriksa penerapan hukum sebagai judex juris.

Dia mendorong upaya reformasi badan banding WTO. Di mana reformasi sudah mulai dilakukan oleh negara-negara anggota WTO. Reformasi badan banding ini berupaya untuk mengembalikan fungsi yudisial yang ada pada WTO dalam menyikapi suatu sengketa. Indonesia juga memposisikan diri untuk sejalan pada reformasi badan banding.

“Indonesia mendukung untuk tetap ada pengisian anggota badan banding” katanya.

Prof Yetty berharap dalam waktu dekat Konferensi Tingkat Menteri 13 WTO yang bakal digelar pada 26-29 Februari 2024 mendatang di Abu Dhabi dapat mendorong reformasi badan banding. Dalam konferensi ini agenda penting adalah reformasi penyelesaian sengketa WTO dan Penunjukan Badan Banding. Prof Yetty yakin kendatipun tidak ada dapat memastikan hasilnya, namun masih terdapat harapan.

“Kita berharap ini berhasil," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait