Menyoroti Dialog Nasional Korupsi, Ketika Pejabat Bicara Bak Pengamat
Berita

Menyoroti Dialog Nasional Korupsi, Ketika Pejabat Bicara Bak Pengamat

Dialog bertujuan agar masyarakat mengetahui tindakan apa yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga yang berwenang untuk memberantas korupsi. Namun, apa yang terjadi, jauh dari harapan.

Nay
Bacaan 2 Menit
Menyoroti Dialog Nasional Korupsi, Ketika Pejabat Bicara Bak Pengamat
Hukumonline

Alih-alih mendapat informasi mengenai kinerja masing-masing lembaga selama ini untuk memberantas korupsi, peserta justru harus mendengar para pejabat membicarakan korupsi sebagai suatu hal yang seolah-olah tidak berhubungan dengan lingkup kerja mereka.

Menteri PAN, Taufik Effendi, misalnya. Menteri yang diminta menjelaskan pemberantasan korupsi di lingkungan birokrasi ini, malah menjelaskan secara panjang lebar tentang konsep-konsep memberantas korupsi, seperti harus ada kesaman persepsi, harus ada kesamaan tujuan, kesamaan action plan dan lain-lain.

Tidak sedikitpun Taufik menyinggung langkah apa yang telah ia lakukan selama ini untuk memberantas korupsi di lingkungan birokrasi. Suatu persoalan yang menjadi tanggungjawabnya sebagai menteri. 

Hal yang nyaris serupa terjadi pada para pembicara berikutnya, mulai dari Sekretaris Jaksa Agung Muda  bidang Tindak Pindana Khusus, Chaeruman Harahap, Kepala Bagian  Reserse Kriminal Polri, Suyitno Landung, sampai wakil Ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas. Chaeruman mewakili Jaksa Agung, Suyitno mewakili Kapolri dan Erry mewakili Ketua KPK.

Chaeruman menyatakan saat ini telah terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat, sehinga sesuatu yang tadinya dianggap sebagai korupsi, kini dianggap biasa. Ia juga menyinggung soal pendapat para pakar tentang korupsi, yang berbeda satu dengan lainnya.

Memang, dalam dialog iniada beberapa hasil kerja lembaga yang disampaikan oleh mereka. Seperti Erry yang menceritakan kasus Monsanto yang tengah ditelusuri KPK. Namun, kebanyakan hal  yang disampaikan dalam acara dialog merupakan hal yang normatif, bukan laporan dari lembaga itu.

Pesimistis dan kecewa

Tak pelak, pernyataan para pejabat ini mendapat sorotan tajam dari panelis, yang terdiri dari Ketua Ikatan Akuntan Indonesia, Kanaka Puradiredja, Ketua Indonesia Procurement Watch, Komarudin Hidayat dan Koordinator Indonesian Corruption Watch, Teten Masduki.

"Kebanyakan bapak-bapak berbicara hal yang sudah kita ketahui. Konsep-konsep dan lain-lain. Tapi yang ingin kami ketahui, apa saja yang secara konkret bapak lakukan di lembaga bapak sendiri. Saya tidak melihat ada perencanaan strategis tentang cara dan koordinasi yang sudah dilakukan," tegas Kanaka.

Sementara Komarudin dan Teten menyatakan pesimistis dan kecewa setelah mendengar penuturan dari para pejabat publik itu. "Saya berharap dari forum tadi seharusnya pihak polisi maupun kejaksan punya langkah yang strategis dalam penanganan korupsi. Saya minta penuturannya realistis lah, sehingga partisipasi kami disini jelas," cetus Komarudin. Sementara Teten merasa semangat pemberantasan korupsi dari para pembicara mengecewakan.  

Seorang peserta yang mengaku datang dari Bima, Nusa Tenggara Timur, juga tak dapat menyembunyikan kekecewaaannya. Ia menyatakan kecewa karena dialog yang seharusnya penting ini hanya menjadi seremonial belaka.

Menanggapi kritikan ini, jawaban para pembicara semakin tidak nyambung dan berputar-putar. Suyitno misalnya, malah menjelaskan bahwa korupsi di kepolisian dilakukan oleh oknum dan para oknum itupun sudah mendapat sanksi.

Jawaban yang cukup tegas diberikan oleh Erry. Ia menyatakan tidak dapat menjelaskan menjelaskan berbagai program KPK hanya dalam waktu limabelas menit yang diberikan. Menurutnya, juga terdapat keragaman ekspektasi dari peserta dialog.

Dialog ini merupakan dialog seri pertama dari rangkaian dialog tentang korupsi yang akan dilakukan hingga 2008. Menjadi pekerjaan rumah penyelenggara untuk membuat suatu dialog yang bermanfaat dan tidak hanya sekedar menjadi penggenap dari sekian banyak seminar dan diskusi soal korupsi yang sudah dilakukan selama ini. Menjadi pekerjaan rumah dari pejabat publik untuk dapat berbicara dalam kapasitas sebagai pejabat publik, yaitu memberikan laporan kepada publik mengenai hasil kerjanya selama ini. Bukan berbicara selaiknya pengamat.      

Dialog nasional dengan tema Pemberantasan Korupsi di Indonesia digelar di gedung Lembaga Administrasi Negara (12/1). Rencananya, dialog akan dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian, tak kurang dari tiga menteri (Menteri pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan), Kapolri, Jaksa Agung, Ketua MA, Ketua Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga dijadwalkan akan ikut berdialog.

Gelagat kurang baik mulai tampak ketika para pejabat yang diundang, tidak menampakkan batang hidungnya. Yang hadir hanyalah Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, yang mana kementerian yang dipimpinnya termasuk penyelenggara acara dialog ini, bersama dengan Kadin, MTI, Indonesian Procurement Watch, Transparency International, dan Kemitraan. Sedangkan pimpinan instansi lainnya hanya diwakili oleh stafnya.

Ketidakhadiran pimpinan lembaga, seharusnya, tidak membuat dialog menjadi sia-sia. Pasalnya, mereka yang ditunjuk untuk mewakili, tentu termasuk  pejabat puncak di lembaganya. Namun, apa yang terjadi selama dialog tersebut, membuat banyak peserta, termasuk panelis, merasa  kecewa. 

Tags: