MPR Minta Pemerintah Batalkan Permenaker Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan
Terbaru

MPR Minta Pemerintah Batalkan Permenaker Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan

Kebijakan-kebijakan yang diberlakukan seharusnya mengacu dan mengutamakan kepentingan masyarakat sesuai tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan. Kebijakan untuk menaikkan ekspor dengan memotong upah buruh bukan solusi yang bijak dan relevan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ketua MPR Bambang Soesatyo. Foto: Istimewa
Ketua MPR Bambang Soesatyo. Foto: Istimewa

Penerbitan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global masih menuai kontra. Kali ini datang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang menghendaki pemerintah membatalkan beleid tersebut.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo, menyampaikan pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) mestinya sebelum menebitkan dan menetapkan sebuah peraturan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan terlebih dahulu mempertimbangkan faktor yuridis, sosiologis, dan filosofis. Tujuannya supaya tidak menimbulkan konflik.

Bamsoet, begitu biasa disapa mendorong Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) untuk melakukan dialog dengan Kemnaker agar membatalkan Permenaker 5/2023 khususnya dalam poin yang dikhawatirkan dan diprotes oleh para buruh. Yakni terkait pemotongan upah buruh yang dapat mencapai 25 persen.  

“MPR menegaskan kebijakan-kebijakan yang diberlakukan seharusnya mengacu dan mengutamakan  kepentingan masyarakat sesuai tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan,” ujarnya di Jakarta,  Kamis (23/3/2023).

Baca juga:

Dia meminta Kemnaker selain mempertimbangkan dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar, khususnya pada industri padat karya tertentu yang berorientasi ekspor. Tapi juga mempertimbangkan kondisi buruh yang baru saja bangkit dari keterpurukan imbas pandemi covid-19 kemarin, regulasi tersebut malah makin memberatkan kaum buruh. Maklum, kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, dan bangkit kembali.

“Menyampaikan bahwa kebijakan untuk menaikkan ekspor dengan memotong upah buruh bukan solusi yang bijak dan relevan, sehingga MPR meminta pemerintah membatalkan kebijakan tersebut,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait