Di penghujung senja, seorang ibu muda menceritakan keanehan yang menimpa dirinya di tempat kerja, ‘setiap tahun tak mendapatkan THR’. Ia bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kecantikan. Mendadak ia mendapat pengumuman akan dilakukannya PHK karyawan. Bukan kali ini saja, di perusahaan sebelumnya tempat ia bekerja juga pernah mengalami PHK, tepat sebelum kewajiban pencairan THR. Curiganya, katanya, apakah betul PHK menjadi akal-akalan perusahaan untuk menghindari kewajiban THR?
Dari kejadian itu, Penulis mencoba menelusuri apakah kasus-kasus seperti ini banyak terjadi? Apakah betul terbukti PHK menjadi alibi perusahaan untuk menghindari pemenuhan hak-hak tertentu karyawan? Ataukah sebetulnya celah ini memang dilegitimasi dalam aturan ketenagakerjaan di Indonesia? Penulis juga penasaran dengan berbagai upaya hukum yang ditempuh serta pembelaan seperti apa saja yang ditembakkan kedua belah pihak (pekerja & perusahaan)?
Beberapa bulan belakangan juga sempat viral seorang ibu hamil di PHK sebelum mengajukan cuti melahirkan. Mulanya perusahaan menurunkan statusnya dari karyawan tetap menjadi freelance, hingga kemudian mendapat ancaman PHK. Berujung di-PHK betulan, sang pekerja dijanjikan pesangon dua kali gaji. Padahal, Pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jelas mengatur bahwa cuti hamil selama 3 bulan adalah hak karyawan.
Ramai warganet menuntut permintaan maaf dari CEO Perusahaan yang padahal sasaran pasarnya adalah perempuan. Sangat disayangkan, pihak perusahaan tak langsung meminta maaf dan malah menunjuk kuasa hukum untuk membereskan persoalan. Semakin runyam, protes warganet pun akhirnya berbuah permintaan maaf dari sang CEO via akun official perusahaan.
