Nikah Siri Ditulis di KK, Ini Kata Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Terbaru

Nikah Siri Ditulis di KK, Ini Kata Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta

Dampak kebijakan nikah sirih ditulis di KK secara logis potensi menumbuhsuburkan praktik nikah siri di tengah-tengah masyarakat karena UU Perkawinan menganut prinsip pencatatan perkawinan.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kebijakan pernikahan siri dapat ditulis di Kartu Keluarga (KK) menimbulkan polemik di tengah masyarakat setelah pernyataan salah satu pejabat Kemendagri membolehkan hal itu. Hal ini salah satunya dipicu karena keberadaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilkan Akta Kelahiran. 

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullh Jakarta, A. Tholabi Kharlie, mengatakan secara substansial dapat menangkap spirit perlindungan terhadap hak-hak warga negara, khususnya bagi anak yang lahir dari pasangan nikah siri melalui Permendagri No.9 Tahun 2016 itu.   

"Hanya saja, semangat untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak warga negara ini justru berpotensi menabrak norma dan keberadaan lembaga lainnya. Di sini letak krusialnya," ujar Tholabi dalam keterangannya di Jakata, Senin (11/10/2021). 

Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini menegaskan dampak dari penulisan status perkawinan dengan sebutan "nikah belum tercatat" atau "kawin belum tercatat" di Kartu Keluarga memberi dampak yang tidak sederhana. "Meski Dukcapil menggarisbawahi bahwa penyebutan tersebut bukan dalam rangka melegitimasi pernikahan siri, namun dampaknya cukup besar," ujar Tholabi mengingatkan.  

Tholabi menuturkan dampak potensi yang muncul dari aturan tersebut, secara logis akan menumbuhsuburkan praktik nikah siri di tengah-tengah masyarakat. Padahal, sambung Tholabi, prinsip dasar perkawinan adalah asas pencatatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 yakni tiap-tiap perkawinan dicatat menurut undang-undang. "Di poin ini, penulisan ‘kawin belum tercatat’ dalam Kartu Keluarga pelaku nikah siri menjadi kontraproduktif," ujarnya.

Dia menilai ketentuan yang dirilis Kementerian Dalam Negeri justru merepotkan bagi pelaku nikah siri saat melakukan pencatatan perkawinan melalui Kantor Urusan Agama (KUA). "Karena dalam administrasi yang dikenal adalah kawin, tidak kawin, cerai hidup, dan cerai mati. Tidak ada nomenklatur ‘nikah belum tercatat’. Ini akan merepotkan pelaku nikah siri dan juga petugas KUA," kata Tholabi. 

Belum lagi aspek perlindungan terhadap perempuan, Tholabi menyebutkan, keberadaan nomenkaltur "nikah belum tercatat" justru akan berdampak ketidakpastian hukum terhadap perempuan. "Misalnya, saat suami melakukan tindakan kekerasan terhadap istri, potensial tidak bisa dijerat UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), namun hanya bisa dijerat tindak pidana umum," bebernya.

Untuk menghindari polemik persoalan "nikah belum tercatat", Tholabi meminta agar pemerintah melakukan koordinasi antar kementerian/lembaga agar substansi yang dikehendaki dari keberadaan Permendagri No.9 Tahun 2016 dapat diwadahi dengan cara yang tepat. 

"Spirit baik yang terdapat dalam Permendagri No.9 Tahun 2016 ini mestinya dapat diharmonikan dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk dengan lembaga dan stakeholders yang terkait dengan aturan ini. Jangan sampai spirit baik justru menabrak aturan lainnya dan menjadikan disharmoni antarlembaga," tegasnya.

Seperti dilansir sejumlah media, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan pasangan suami istri yang menikah secara siri tetap bisa/boleh memiliki Kartu Keluarga (KK). Kebijakan ini telah dituangkan dalam Perpres No.96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.  

"Saya beri tahu, semua penduduk wajib terdata di dalam kartu keluarga. Nah, bagi yang nikah siri bisa dimasukkan dalam satu KK," kata Zudan, Kamis (7/10/2021) kemarin.

Ia mengatakan pihaknya tidak melegalkan pernikahannya, tetapi hanya bertugas mencatat telah terjadinya perkawinan siri. Oleh karena itu, pasangan nikah siri tetap bisa memperoleh KK, sama seperti pasangan yang tercatat secara resmi di Kementerian Agama (Kemenag).

Zudan mengatakan, untuk mendapatkan KK pasangan nikah siri cukup membawa Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) kebenaran pasangan suami istri diketahui dua orang saksi pernikahan siri. Dalam SPTJM itu akan ditulis apabila pasangan membuat keterangan tidak benar, maka dokumen kependudukannya batal demi hukum.

"Nanti di dalam Kartu Keluarga akan ditulis ‘nikah belum tercatat atau kawin belum tercatat’. Itu artinya nikah siri," kata Zudan.

Dia berharap setelah mereka memiliki KK, maka bisa melakukan isbat nikah (di pengadilan agama, red) untuk melakukan pencatatan secara sah agar pasangan ini memiliki buku nikah. Selama ini belum ada kebijakan untuk melindungi istri dan anak-anak, bagaimana pasangan kawin siri itu tidak bisa membuat KK; anaknya tidak membuat kartu identitas anak; akta kelahiran; dan KTP-el.

"Kaum perempuan harus kita lindungi, anak-anak harus kita lindungi, dan Dukcapil mengambil peran itu," katanya.

Tags:

Berita Terkait