OJK Siapkan Aturan Pengawasan untuk BPJS
Berita

OJK Siapkan Aturan Pengawasan untuk BPJS

Ada dua metode pengawasan, yaitu pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung.

RED/ANT
Bacaan 2 Menit
OJK Siapkan Aturan Pengawasan untuk BPJS
Hukumonline
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan pengawasan terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang akan beroperasi pada 1 Januari mendatang. Hal ini dipelukan sebagai pengawasan OJK terhadap BPJS agar dapat berjalan secara efektif dan efisein.

“Diperlukan peraturan yang menjadi acuan dalam pengawasan BPJS," kata Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani, saat workshop tentang pengawasan terhadap BPJS, Selasa (24/12).

Adapun Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang pengawasan BPJS yakni menggunankan dua metode pengawasan, yaitu pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung.

Firdaus menjelaskan, pengawasan langsung yang dilakukan oleh OJK yakni melalui pemeriksaan. Sedangkan pengawasan tidak langsung melalui analisis berkala seperti pelaporan mencakup laporan keuangan (bulanan, semesteran, dan tahunan), laporan pengelolaan program (bulanan, semesteran, dan tahunan), serta laporan aktuaris (tahunan).

"Sedangkan terkait sanksi dan rekomendasi, akan diberikan surat peringatan dan rekomendasi kepada DJSN dan atau Presiden," katanya.

Firdaus mengatakan, pihaknya juga akan melibatkan sejumlah pihak dalam pembahasan RPOJK tentang pengawasan terhadap BPJS antara lain Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), Ikatan Akuntansi Indonesia, dan World Bank.

"Setelah peraturan OJK tentang pengawasan BPJS ditetapkan, maka akan dilakukan sosialisasi kepada BPJS terkait dengan ketentuan yang ada dalam aturan tersebut," kata Firdaus.

Menurutnya, kewajiban penyampaian laporan bulanan oleh BPJS akan dimulai sejak Maret 2014 namun tetap diawali dengan laporan bulanan untuk periode yang berakhir pada 31 Januari 2014.

Lebih jauh, Firdaus berharap BPJSmemiliki "call centre" yang ditujukan untuk keterbukaan informasi kepada masyarakat. Di OJK, lanjut Firdaus, lembaganya menerima komplain dari masyarakat sebanyak 200-300 per minggu atas pelayanan IKNB. Dengan adanya BPJS ini, diperkirakan jumlah komplain tersebut akan meningkat.

"Sekarang setiap minggu saja kami menerima 200-300 komplain, kalau BPJS jalan bisa ribuan (komplainnya)," ujar Firdaus.

Per 1 Januari 2014, lanjut Firdaus, BPJS akan melayani 120-150 juta peserta BPJS dan pada 2019 diharapkan bisa melayani seluruh penduduk Indonesia.

Dalam tahap-tahap awal beroperasinya BPJS pada tahun depan, Firdaus meyakini akan masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi di tubuh BPJS sendiri, namun setelah tiga tahun beroperasi ia optimistis kinerja BPJS akan jauh lebih baik. "Setelah tiga tahun BPJS pasti bisa lebih baik," ujar Firdaus.

MoU
Sebelumnya, OJKmenandatangani nota kesepahaman dengan DJSN dalam kerja sama pengawasan terhadap BPJS yang akan beroperasi pada 1 Januari 2014.

"Mengingat BPJS akan aktif, maka butuh sinergi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) agar pengawasannya efektif dan untuk menghindari risiko-risiko yang tidak perlu," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad saat penandatanganan nota kesepahaman di Jakarta, Selasa (24/12).

Muliaman mengatakan, UU BPJS memang tidak secara spesifik mengatur ruang lingkup pengawasan OJK dan DJSN terhadap BPJS sehingga diperlukan koordinasi pengawasan. Koordinasi ini dibutuhkan supaya tercipta efektifitas dan efisiensi pengawasan serta menghindari adanya aspek yang tidak terawasi.

Pengawasan oleh OJK, lanjutnya, akan fokus kepada aspek-aspek kesehatan keuangan, penerapan tata kelola yang baik, pengelolaan aset, kinerja investasi, penerapan manajemen risiko, valuasi aset dan liabilitas, dan kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan.

“OJK juga tidak hanya fokus kepada persoalan-persoalan keuangan tapi juga fokus kepada edukasi kepada seluruh peserta BPJS," kata Muliaman.

Dia menambahkan, pengawasan terhadap BPJS bukan seperti hal baru bagi OJK, disebabkan sebelumnya OJK juga telah mengawasi Askes dan Jamsostek.

"Apa yang dilakukan OJK sebetulnya meneruskan saja hal-hal yang sudah kami lakukan, karena OJK selama ini sudah mengawasi Askes dan Jamsostek, perusahaan asuransi dan juga dana pensiun," ujar Muliaman.

Ketua DJSN Chazuli H Situmorang menuturkan fungsi pengawasan akan berjalan maksimal seiring dengan adanya nota kesepahaman DJSN dengan OJK. Menurutnya, fungsi pengawasan sebenanya sudah ada di BBPJS, terutama terhadap perusahaan yang mengikut sertakan karyawannya dalam program BPJS.

“Sehingga perusahaan yang diindikasikan melakukan penipuan dalam pelaporan setoran bisa ditindaklanjuti BPJS. Tentu, hanya perusahaan yang bermasalah saja yang dilakukan investigasi,” ujarnya.

Dia yakin dengan adanya MoU dengan DJSN, akan memaksimalkan fungsi pengawasan kepada pelaksana jaminan sosial dalam BPJS. Apalagi, OJK akan awasi pelaksanaan kinerja keuangan peserta BPJS untuk mewudjudkan tata kelola kesehatan keuangan terutama dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG).

"Pengawasan dua arah ini, akan membuat pelaksanaan BPJS menjadi lebih baik,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait