Sejarah Organisasi Advokat Indonesia, Memang Penuh ‘Drama’?
Terbaru

Sejarah Organisasi Advokat Indonesia, Memang Penuh ‘Drama’?

Sejarah organisasi advokat di Indonesia dipenuhi banyak ‘drama’ hingga hari ini. 8 organisasi advokat yang sempat bersatu dalam wadah tunggal, satu per satu kini kembaIi eksis.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 6 Menit

Kebijakan ini menuai banyak perdebatan dan perhatian di tengah para advokat. Pasalnya, muncul pertanyaan bagaimana jika advokat dihadapkan dengan pemerintah dalam penegakan keadilan. Sekitar 1985, muncul organisasi baru bernama Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) yang didirikan oleh Ali Said dan Ismael Saleh. Beberapa tokoh Peradin masuk ke Ikadin dan menggelar musyawarah nasional perdana pada 1990.

Lima tahun berselang, pada 1995 musyawarah nasional kedua diadakan. Pada acara kedua ini, muncul perdebatan dalam organisasi yang berujung pada perpecahan. Sebagian anggota Ikadin keluar dan membentuk organisasi bernama Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).

Keberadaan pengacara praktik menjadi fragmen sejarah tersendiri. Di masa Orde Baru para advokat tidak diwajibkan untuk terlibat dalam organisasi. Di masa ini, para advokat perlu menjadi pengacara praktik terlebih dahulu selama empat tahun. Wilayah kerja pengacara praktik ini sangat terbatas, hanya di wilayah pengadilan tinggi di mana pengacara tersebut diambil sumpahnya. Pengacara praktik yang dinyatakan lulus ujian mendapatkan tanda pengenal pengacara praktik dari SK dari Pengadilan Tinggi.

Pengacara praktik yang belum menjadi advokat belum boleh menjadi anggota Peradin atau AAI. Oleh karenanya, para pengacara praktik tersebut membentuk organisasi baru bernama Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI). Akhirnya di masa Orde Baru ini, total ada tujuh organisasi yang berdiri, yakni Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), dan Himpunan Advokat Pengacara Indonesia (HAPI).

Di era Reformasi, tepatnya pada 8 Februari 2003, muncul organisasi baru bernama Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) yang dideklarasikan di Universitas Islam Negeri Semarang. Beberapa bulan berselang, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) disahkan. Pasal 28 ayat (1) UU Advokat mengatur bahwa organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.

Dalam Pasal 32 ayat (3) UU Advokat menjelaskan bahwa hingga organisasi yang dimaksud UU Advokat terbentuk, tugas dan wewenangnya dijalankan bersama oleh IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM, dan APSI. Pasal 32 ayat (4) UU Advokat mengatakan bahwa organisasi itu sendiri harus terbentuk dalam waktu paling lambat dua tahun.

Di tahun yang sama, tepatnya 6 Juni 2003, kedelapan organisasi sepakat untuk membentuk sebuah komite kerja bernama Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI). Komisi ini bekerja sama untuk menghasilkan satu organisasi yang baru sebagaimana ketentuan dari UU Advokat. Pada 21 Desember 2004, KKAI sepakat untuk membentuk Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Kemudian pada 7 April 2005, Peradi mulai diperkenalkan ke masyarakat, khususnya para advokat tanah air.

Tags:

Berita Terkait