Sejarah Organisasi Advokat Indonesia, Memang Penuh ‘Drama’?
Terbaru

Sejarah Organisasi Advokat Indonesia, Memang Penuh ‘Drama’?

Sejarah organisasi advokat di Indonesia dipenuhi banyak ‘drama’ hingga hari ini. 8 organisasi advokat yang sempat bersatu dalam wadah tunggal, satu per satu kini kembaIi eksis.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 6 Menit

Dalam perjalanannya, Peradi mengalami perpecahan pengurus menjadi tiga kubu. Perpecahan ini terjadi sejak 2015 lalu, setelah diselenggarakannya Musyawarah Nasional II di Makassar. Sejumlah upaya telah dilakukan dalam rangka menyatukan kembali kepengurusan Peradi yang pecah. Pada 25 Februari 2020, ketiga kubu tersebut sempat bersepakat untuk “bersatu” dengan menandatangani kesepakatan bersatu yang dijembatani oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Moh.Mahfud MD dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H.Laoly. Namun hingga saat ini, kesepakatan tersebut belum juga terwujud. (Baca juga: Peradi Otto Ajak Munas Bersama, Begini Respons Juniver-Luhut)

Wewenang Organisasi Advokat

Pengaturan terkait wewenang organisasi advokat tersebar dalam UU Advokat dan anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi. Salah satu yang krusial adalah penyelenggaraan pendidikan calon advokat. Pasal 2 ayat (1) UU Advokat menerangkan bahwa calon advokat wajib memiliki gelar sarjana hukum dan telah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh organisasi. Putusan MK Nomor 95/PUU-XIV/2016 menerangkan bahwa yang berhak menyelenggarakan pendidikan khusus profesi advokat adalah organisasi dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang fakultas hukumnya minimal terakreditasi B atau sekolah tinggi hukum yang minimal terakreditasi B.

Pasal 3 ayat (1c) UU Advokat menerangkan bahwa salah satu syarat yang wajib dipenuhi untuk menjadi advokat adalah lulus ujian. Pasal 4 ayat (3) kemudian menekankan peran penting organisasi dalam perjalanan karier seorang advokat; berita acara sumpah akan dikirimkan Panitera Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung, Menteri, dan organisasi advokat. Organisasi advokat juga berhak memberikan penindakan berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 UU Advokat.

Pasal 12 UU Advokat juga menerangkan bahwa organisasi advokat bertugas melakukan pengawasan pada advokat dalam menjalankan profesinya. Pengawasan yang dimaksud bertujuan agar advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

Meski tunduk dalam sejumlah peraturan dan kode etik, advokat diberikan hak imunitas advokat dalam melaksanakan tugasnya. Berdasarkan Putusan MK Nomor 26/PUU-XI-2013, hak imunitas advokat yang dimaksud adalah advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.

Organisasi Advokat yang Eksis Saat Ini

Pada 21 Desember 2004, KKAI yang mana merupakan gabungan dari 8 organisasi advokat sepakat membentuk Peradi. Lantas, saat Peradi berdiri, bagaimana dengan organisasi yang lain? Kedelapan organisasi yang telah ada sebelum Peradi berdiri, yakni Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) masih eksis hingga saat ini.

Akan tetapi, terdapat Putusan MK Nomor 35/PUU-XVII/2018 yang menerangkan wewenang organisasi advokat sebagai berikut.
a. melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat [Pasal 2 ayat (1)];
b. melaksanakan pengujian calon Advokat [Pasal 3 ayat (1) huruf f];
c. melaksanakan pengangkatan Advokat [Pasal 2 ayat (2)];
d. membuat kode etik [Pasal 26 ayat (1)];
e. membentuk Dewan Kehormatan [Pasal 27 ayat (1)];
f. membentuk Komisi Pengawas [Pasal 13 ayat (1)];
g. melakukan pengawasan [Pasal 12 ayat (1)]; dan
h. memberhentikan Advokat [Pasal 9 ayat (1)].

Namun demikian, melalui Putusan MK Nomor 35/PUU-XVII/2018, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa 8 organisasi advokat selain Peradi masih eksis hingga saat ini. Kehadiran organisasi tersebut tidak dapat dilarang. Pasalnya, konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana termuat dalam Pasal 28E UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait