Pakar Ini Ungkap Sebab Rendahnya Kenaikan Upah Minimum
Utama

Pakar Ini Ungkap Sebab Rendahnya Kenaikan Upah Minimum

Pendekatan batas atas dan batas bawah upah minimum yang digunakan untuk menghitung besaran upah minimum menyebabkan hasil penghitungan upah minimum rendah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Kalau formula itu yang digunakan maka puluhan tahun ke depan upah buruh murah terus,” kata dia.

Anggota Tripartit Nasional dari unsur pengusaha perwakilan Kadin, Soeprayitno, menilai karut marut pengupahan terjadi sejak terbit UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan diharapkan membawa perubahan yang lebih baik terhadap kebijakan pengupahan. UU No.11 Tahun 2020 lebih memberikan fleksibilitas daripada UU No.13 Tahun 2003.

Dia memaparkan kalangan pengusaha membutuhkan sedikitnya 3 hal meliputi kepastian hukum, keamanan, dan kepastian berusaha. Jika kebijakan pengupahan tidak diubah sesuai UU No.11 Tahun 2020 diyakini produktivitas rendah. Padahal upah minimumnya tinggi, sehingga tidak kompetitif. Dia berpendapat jika upah berbasis produktivitas maka tidak lagi membahas soal upah minimum. “Tujuan upah itu adil, kondusif, produktif dan berdaya saing,” ujarnya.

Kendati demikian anggota DJSN itu mengatakan perlu waktu yang cukup agar UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya untuk bisa dilaksanakan dengan baik. Misalnya dalam perundingan perjanjian kerja bersama (PKB), kalangan buruh masih menginginkan agar ketentuan yang diatur dalam UU No.13 Tahun 2002 tetap dipertahankan, tidak menggunakan UU No.11 Tahun 2020 serta peraturan turunannya.

Kalangan pengusaha juga tidak ingin persoalan tersebut menjadi sengketa yang berujung ke pengadilan. Oleh karena itu dilakukan transisi dalam jangka waktu 5 tahun ke depan PKB tersebut harus dilakukan penyesuaian sebagaimana peraturan yang berlaku.

“Pelaksanaan PP No.36 Tahun 2021 harus diteruskan. Yang perlu dibenahi itu sistem hubungan kerja di internal perusahaan agar mengedepankan dialog sosial, trust, dan engagement,” kata Soeprayitno. 

Tags:

Berita Terkait