Soal Polemik Pasal Advokat Curang, Pemerintah: Masih Digodok
Terbaru

Soal Polemik Pasal Advokat Curang, Pemerintah: Masih Digodok

Pilihannya dicabut atau tetap ada pasal tersebut. Jika pasal tersebut tetap dipertahankan, DPR ingatkan asas ekualitas dengan aparat penegak hukum lain.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Wamenkumham Prof. Eddy OS Hiariej. Foto: RES
Wamenkumham Prof. Eddy OS Hiariej. Foto: RES

Kabar pencabutan pasal ‘kriminalisasi’ terhadap profesi advokat dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) oleh pemerintah menjadi angin segar. Sebab dengan begitu, asas ekualitas antar penegak hukum menjadi dikedepankan. Namun demikian, DPR prinsipnya menunggu usulan apa saja yang dituangkan dalam draf baru kepada DPR.

“Karena itu RKUHP meskipun carry over tetap akan menjadi inisiatif pemerintah, nanti tertuang kepada pemerintah dulu usulannya apa kepada DPR,” ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Arsul Sani kepada Hukumonline akhir pekan lalu.

Namun bagi Arsul yang juga sebagai anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP tersebut, bila pemerintah tetap keukeuh memasukkan rumusan norma yang mengatur larangan perbuatan ‘curang’ oleh profesi advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 282, semestinya rumusan yang sama juga berlaku bagi semua aparat penegak hukum, seperti polisi dan jaksa. Menurut dia, jika rumusan ini hanya berlaku bagi profesi advokat, bisa menimbulkan diskriminasi. Padahal profesi advokat merupakan bagian dari penegak hukum.

Untuk itu, lanjut Arsul, pilihan mencabut rumusan norma dalam Pasal 282 dipandang tepat. Ia menekankan agar perlakuan persamaan antara penegak hukum mesti dimulai sejak dalam aturan RKUHP. Aturan yang mengedepankan asas persamaan di depan hukum ini bertujuan agar memudahkan dalam sistem peradilan terpadu.

“Jadi pilihannya pasal itu memang dicabut, atau pasal itu diberlakukan untuk semua elemen penegak hukum dalam sistem peradilan terpadu kita,” katanya. (Baca: Polemik Kriminalisasi Advokat Curang dan Analisis Delik Pasal 282 RUU KUHP)

Pasal 282 RKUHP

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang:

a. mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau

b. mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan

Menurut Arsul yang juga menjabat anggota Komisi III DPR itu, aturan muncul tapi tak boleh menyudutkan salah satu pihak saja. Untuk itu, asas ekualitas bagi pihak lain, dalam hal ini aparat penegak hukum lain harus tetap dikedepankan. “Jadi ekualitasnya harus dikedepankan,” katanya.

Arsul paham betul apa yang menjadi concern para advokat terkait keberadaan pasal tersebut. Arsul yang juga berlatar belakang profesi advokat itu pada prinsipnya tak mempersoalkan adanya dorongan pencabutan pasal tersebut dari Sebagian kalangan advokat. Baginya, Panja RKUHP DPR bakal menanti usulan apa saja yang bakal disodorkan pemerintah dalam draf RKUHP terbaru setelah sempat tak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

“Tetapi kalau tidak dicabut (Pasal 282, red) saya memang sepakat itu harus diekualitaskan dengan elemen penegak hukum lain,” ujar Arsul.

Pemerintah di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sempat mengumpulkan beberapa organisasi advokat meminta masukan dan saran soal pengaturan Pasal 282 RKUHP. Namun belakangan beredar informasi pemerintah mencabut Pasal 282 RKUHP. Soal benar tidaknya, Hukumonline coba mengkonfirmasi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof. Edward Omar Sharif Hiariej.

Menurutnya belum diputuskan soal dicabut tidaknya pasal tersebut. “Sedang kita godok ya,” ujar Prof. Edward singkat melalui sambungan telepon. (Baca: PERADI SAI dan RBA Tolak Pasal Advokat Curang dalam RUU KUHP)

Sebelumnya, Ketua Umum PERADI Suara Advokat Indonesia (SAI) Juniver Girsang merespon positif adanya informasi pencabutan Pasal 282 RKUHP. Sedari awal, pihaknya meminta pemerintah agar rumusan norma sepanjang mengenai aturan ‘kriminalisasi’ terhadap advokat dalam Pasal 282 dicabut dari draf RKUHP. “Berita menggembirakan kepada seluruh advokat di Indonesia,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait