Pembayaran Upah oleh Direksi yang Telah Habis Masa Jabatan
Kolom

Pembayaran Upah oleh Direksi yang Telah Habis Masa Jabatan

Ada landasan hukumnya berdasarkan doktrin dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Masa jabatan anggota Direksi diatur oleh UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Mereka diangkat untuk jangka waktu tertentu melalui RUPS dan dapat diangkat kembali melalui RUPS. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 94 ayat (1), (3), (4), dan (5) UU PT yang terakhir diubah oleh UU Cipta Kerja.

Terkait masa jabatan Direksi, tidak diatur secara jelas mengenai jangka waktu tertentu yang dimaksud. Umumnya Direksi diangkat untuk jangka waktu tiga tahun sampai lima tahun atau waktu tertentu sesuai ketentuan Anggaran Dasar perseroannya. Apabila masa jabatan anggota Direksi habis, ia tidak bisa dengan sendirinya meneruskan jabatan semula. Ketentuan ini merujuk pada penjelasan Pasal 94 ayat (3) UU PT. Jadi, harus ada pengangkatan kembali berdasarkan keputusan RUPS.

Ada situasi anggota Direksi habis masa jabatannya dan tidak dilakukan RUPS untuk pengangkatan dan pemilihan anggota Direksi baru. Dalam situasi ini, anggota Direksi lama dapat secara sukarela disertai iktikad baik untuk tetap menjalankan fungsi sebagai Direksi. Ini dikenal sebagai doktrin zaakwaarneming yang dilakukan agar perseroan tetap berjalan sampai diangkat Direksi baru melalui RUPS.

Dasar perbuatan itu ada dalam Pasal 1354 KUHPerdata sebagai berikut, “Jika seseorang dengan sukarela tanpa ditugaskan, mewakili urusan orang lain, dengan atau tanpa setahu orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu”.

Merujuk zaakwaarneming dalam Pasal 1354 KUHPerdata tersebut, pihak yang mewakili berhak untuk menentukan urusan apa saja yang akan diwakilinya secara sukarela tadi. Misalnya, orang yang sukarela memotong rumput di halaman rumah telantar tidak berkewajiban juga membayar Pajak Bumi dan Bangunan rumah itu. Ia hanya sukarela memotong rumput di halaman rumah telantar tetapi tidak sukarela untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Begitu pula dengan pengurusan perseroan yang dilakukan oleh Direksi yang telah habis masa jabatannya. Mereka berhak untuk menentukan urusan apa saja yang diwakilinya secara sukarela.

Direksi yang telah habis masa jabatannya dianggap sebagai zaakwaarnemer yang bertindak untuk kepentingan perseroan. Di sisi lain perseroan bertindak sebagai belanghebbende atau orang yang memiliki kepentingan. Tindakan pembayaran upah dan penandatanganan slip gaji oleh Direksi yang telah habis masa jabatannya bisa dianggap sebagai tindakan iktikad baik. Ini semata-mata untuk memastikan kelangsungan fungsi perseroan, terutama terkait dengan karyawan.

Namun, tindakan zaakwaarneming ini tidak dapat berjalan tanpa batas. RUPS perlu diadakan untuk mengangkat Direksi perseroan yang baru untuk kelancaran fungsi perseroan. Ini penting untuk menghindari konflik kepentingan serta memastikan kelancaran operasional. Sebagaimana konsep ekonomi terkait going concern, keberlanjutan operasional perseroan dan kewajiban terhadap karyawan harus tetap dijaga apa pun yang terjadi.

Jadi, keabsahan pembayaran upah dan penandatanganan slip gaji karyawan oleh Direksi yang telah habis masa jabatannya harus diakui sebagai atas dasar iktikad baik. Ini dilakukan hingga terbentuknya Direksi yang baru melalui RUPS. Tentu saja Direksi baru tetap diperlukan untuk mencegah potensi konflik kepentingan dan menjaga keteraturan pengelolaan perseroan.

*)I Gusti Putu Gandhi Nananjaya, S.H. dan Jeniffer Queenstanti, S.H. adalah Associate di adalah pendiri Frans Winarta & Partners.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait