Pemerintah Didesak Revisi Aturan Soal Kawasan Perdagangan Bebas
Berita

Pemerintah Didesak Revisi Aturan Soal Kawasan Perdagangan Bebas

Kebijakan pemerintah menerapkan status perdagangan dan pelabuhan bebas di wilayah Batam, Bintan dan Karimun, bisa memperparah kerusakan lingkungan di sekitar wilayah Kepulauan Riau.

CRF
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Didesak Revisi Aturan Soal Kawasan Perdagangan Bebas
Hukumonline

 

Program Officer Institute Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng memaparkan, setidaknya ada tujuh dampak yang akan muncul jika status FTZ di BBK ini diteruskan. Pertama, akan timbul de-nasionalisasi. Artinya keberadaan FTZ ini bisa disebutkan menjual territorial negara. Kedua, adanya pemborosan anggaran rakyat, dimana FTZ Batam berpotensi menguras sumber keuangan nasional. Ketiga, terjadinya pengurasan sumber daya alam bahan mentah untuk diekspor. Artinya FTZ di Batam tidak dapat menjadi landasan industrialisasi dikarenakan tidak bertumpu pada pengelolaan dan pembentukan nilai tambah sumber daya alam nasional.

 

Keempat, lemahnya pembentukan modal nasional atas penyerahan teriitorial. Artinya FTZ Batam tidak dapat menjadi landasan pembentukan modal nasional dan kesejahteraan rakyat. Hal ini disebabkan investasi pemerintah dan swasta nasional yang bersumber dari lembaga keuangan nasional yang lebih besar. Kelima, hilangnya kepastian kerja, buruh outsourcing dan upah rendah bagi nuruh disekitar kawasan BBK. Lalu keenam, meluasnya eksternalitas ekonomi, yakni adanya kerusakan lingkungan, mengurangya pendapatan dari kelompok masyarakat petani, nelayan dan masyarakat yang berpendidikan rendah. Dan ketujuh, timbul kerusakan lingkungan yang massive (masal). Di kawasan tersebut, nantinya akan terdapat bekas-bekas lokasi penambangan dan puluhan danau-danau yang menjadi lubang tambang akibat dari penambangan pasir dan bauksit.

 

Untuk itu, kata Salamuddin, pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung strategi nasional yang mengacu pada kepentingan nasional. Lalu pemerintah juga diminta tidak mengorbankan beberapa sektor seperti pertanian, sumber daya alam, serta kesejahteraan buruh, ketimbang mengejar target industrialisasi dalam FTZ ini. Kami akan mendesak pemerintah agar dapat meninjau kembali kebijakan mereka. Jika ada kemungkinan, kebijakan tersebut segera direvisi, tegasnya.

 

Tanggung Jawab Pemko Setempat

Dihubungi secara terpisah, Ketua Komisi VI DPR Didik J. Rachbini mengatakan, ketika pembahasan FTZ di BBK, DPR sudah memikirkan dampak lingkungan yang akan terjadi. Dalam pembahasan ini kami mengacu juga pada UU tentang Lingkungan Hidup. Kami juga menelaah hal tersebut sewaktu pemerintah menerapkan status perdagangan dan pelabuhan bebas di Batam, tuturnya kepada hukumonline, Kamis (21/8).

 

Menurut Didik, jika terjadi pelanggaran lingkungan di sekitar kawasan FTZ, maka pihak yang patut dipersalahkan adalah Pemerintah Kota atau Otorita Batam sendiri. Mereka, kata Didik, bisa dikenai sanksi dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Apabila pihak-pihak yang bersalah masih bandel, satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah menyeretnya ke jalur hukum, pungkasnya.

Upaya pemerintah menjadikan Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ), masih menuai protes. Kali ini datangnya dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat pemerhati lingkungan. Mereka menilai FTZ telah menimbulkan bencana baru. Yakni berupa kerusakan lingkungan di ketiga pulau yang masuk dalam provinsi Kepulauan Riau tersebut.

 

Sekedar informasi, FTZ adalah suatu kawasan ekonomi bebas yang dibangun untuk menarik investor khususnya di pulau-pulau yang bersinggungan dengan negara tetangga. Program ini dalam rangka mengembangkan perdagangan, ekspor serta pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. FTZ mempunyai tiga landasan hukum, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, PP No. 47 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan PP No. 48 Tahun 2007 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun.

 

Sayangnya, upaya menarik investor ini tidak dibarengi dengan kemungkinan dampak pencemaran lingkungan yang makin parah di kawasan FTZ. Kepala Departemen Advokasi dan Jaringan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) M. Teguh Surya, mengatakan pemerintah harus lebih cerdas menyikapi persoalan-persoalan ini.

 

Menurutnya, pulau-pulau disekitar kawasan Batam terancam tenggelam, akibat dari banyaknya penambangan pasir laut, bauksit, dan sumber alam lainnya yang dilakukan oleh investor asing. Buktinya, kata dia, Gunung Jantan dan Gunung Betina di Kabupaten Karimun kini telah berubah menjadi danau raksasa dengan kedalaman sekitar 88 meter dan ketinggian air 33 meter yang juga akibat dari penambangan bauksit.

Tags: