Pemerintah Susun 5 Penguatan Stabilitas Sistem Keuangan
Berita

Pemerintah Susun 5 Penguatan Stabilitas Sistem Keuangan

Agar langkah penanganan permasalahan pada lembaga jasa keuangan maupun pasar keuangan dapat ditangani dengan lebih efektif dan dapat diandalkan (reliable).

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

Sebelumnya, Ekonom Senior dan Founder Center of Reform of Economics (CORE), Hendri Saparini, menyatakan keterlambatan proses pemulihan ekonomi faktor utamanya bukan pada sektor moneter dan keuangan. Sehingga, pemerintah harus mengevaluasi secara menyeluruh titik permasalahan ekonomi saat ini khususnya dari sektor fiskal.

“Proses pemulihan ekonomi yang lambat bukanlah sepenuhnya kesalahan otoritas keuangan. Sebaliknya, sepanjang pandemi Covid-19 otoritas keuangan telah menjalankan perannya dalam membantu proses pemulihan ekonomi akibat Covid-19,” jelas Hendri, Rabu (2/9).

Dia melanjutkan kebijakan moneter dan keuangan sebenarnya sudah dilakukan secara tepat oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hendri menjelaskan bank sentral telah mendukung stabilitas suku bunga dan menurunkan Policy Rate BI Seven Day Repo Rate (BI7DRR) sebesar 0,75% menjadi 4%.

Kemudian, BI juga telah menetapkan giro wajib minimum (GWM) menjadi 2% untuk bank konvensional dan 0,5% untuk bank syariah. Dalam rangka menjadi likuiditas Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) naik menjadi 6% bagi bank konvensional dan 4,5% bagi bank syariah. BI juga telah membuka pintu untuk berbagi beban atau burden sharing dengan pemerintah dalam menanggung ongkos pembiayaan pemulihan ekonomi.

Sementara itu, Hendri memaparkan OJK juga menjalankan perannya dalam mengawasi sistem keuangan di tengah pandemi. Pada kasus penyelamatan Bank Bukopin, misalnya. Ketika Bank Bukopin mengalami masalah kesulitan likuiditas, OJK memberikan kesempatan yang sama bagi dua pemegang saham utama terbesar yaitu Bosowa dan Kookmin Bank dalam menyuntikan setoran modal baru.

Tags:

Berita Terkait