Pemilihan Jabatan Jaksa Agung Diusulkan Menggunakan Sistem Seleksi
RUU Kejaksaan

Pemilihan Jabatan Jaksa Agung Diusulkan Menggunakan Sistem Seleksi

Agar menghasilkan jaksa agung berkualitas dan independen.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pembahasan revisi Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia memasuki babak baru. Sejumlah materi muatan menjadi sorotan publik, salah satunya pentingnya pengaturan pemilihan jabatan Jaksa Agung menggunakan mekanisme pemilihan melalui panitia seleksi termasuk mengatur prosedur dan persyaratannya.

“Kami mengusulkan prosedur seleksi calon jaksa agung oleh tim independen diisi profesional hukum dan tim ahli,” ujar Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nusyamsi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Panitia Kerja (Panja) RUU Kejaksaan di ruang Komisi III DPR, Rabu (17/11/2021).

Menurutnya, penguatan independensi jabatan jaksa agung terdapat dua aspek. Pertama, terkait mekanisme prosedur pemilihan. Proses seleksi melalui tim independen untuk pengetatan seleksi calon pejabat jaksa agung. Bila dalam UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, pejabat jaksa agung ditunjuk langsung oleh Presiden.

Untuk itu, ke depan perlu ada perubahan mekanisme pemilihan jaksa agung yang harus diatur dalam perubahan UU 16/2004 yang tidak lagi ditunjuk langsung oleh presiden, Tapi, pemilihannya dengan mekanisme seleksi oleh tim independen (pansel) yang diisi oleh para ahli dan akademisi yang dilakukan secara terbuka. Misalnya, sejak tahapan seleksi, uji kelayakan dan kepatuan hingga penetapan calon menjadi jaksa agung dengan melibatkan partisipasi publik.

“Mekanisme seleksi secara transparan, akuntabel, dan berkualitas secara tidak langsung terbangun adanya partisipasi masyarakat. Diharapkan, sosok figur pejabat jaksa agung yang terpilih merupakan orang terbaik dan berkualitas. Jadi tidak hanya mengajukan satu calon dan kemudian menetapkannya,” kata dia.

Kedua, prosedur seleksi. Melalui prosedur seleksi oleh tim independen dapat melihat dan menggali potensi yang dimiliki para calon jaksa agung. Memang, jaksa karier memiliki peluang besar menjadi calon jaksa agung. Namun tak menutup peluang bagi orang di luar jaksa karier sepanjang memenuhi kriteria dan persyaratan calon jaksa agung.

Menurutnya, siapapun memiliki kesempatan yang sama sepanjang memenuhi persyaratan yang ada. Pejabat jaksa agung seharusnya memiliki berbagai kemampuan yang mumpuni. Tak hanya keterampilan teknis dalam penegakan hukum, tapi juga pengalaman di bidang hukum menjadi penting termasuk integritas calon agar jaksa agung terpilih independen. (Baca Juga: Ada 13 Materi dalam Pembahasan RUU Kejaksaan)

“Tim independen nantinya bisa menyodorkan tiga calon untuk diuji dan dipilih sesuai mekanisme yang diatur dalam UU Kejaksaan yang terbaru nantinya.”

Dia pun mengusulkan agar jabatan jaksa agung tidak lagi berdasarkan masa jabatan rezim pemerintahan yang berkuasa. Tapi, nantinya jabatan jaksa agung dibatasi selama lima tahun. Pejabat jaksa agung pun dapat diberhentikan dengan alasan adanya pelanggaran hukum dan atau kode etik.

“Kami mengusulkan pemberhentiannya tidak berdasarkan berakhirnya masa jabatan presiden. Tapi punya mekanisme tersendiri untuk diberhentikan. Karena keberlanjutan pelaksanaan kewenangan jaksa agung yang utama terkait aspek penegakan hukum,” ujarnya.

Jaksa agung harus jaksa

Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengatakan penunjukan calon pejabat jaksa agung menjadi hak prerogratif presiden. Namun, perlu ada penambahan syarat menjadi jaksa agung, seperti lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa, sehingga jaksa agung harus berasal dari jaksa. Sebab, dalam Pasal 53 ayat (1) Statuta Roma menyatakan penyidik perkara pelanggaran hak asasi manusia berat adalah jaksa.

Apabila kewenangan tersebut dilakukan oleh bukan jaksa, maka pengadilan berpotensi menolak perkara tersebut. Selain itu, jaksa agung mewakili kepentingan Indonesia sebagai profesi hukum dalam pergaulan internasional. Seperti dalam International Association of Prosecutor (IAP).  Dengan begitu, jaksa agung haruslah seorang jaksa yang dapat mewakili kejaksaan dalam pergaulan internasional.

“Usulan DPR terkait syarat untuk menjadi jaksa agung harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa, kami sependapat,” kata dia.

Anggota Panja RUU Kejaksaan, Johan Budi Sapto Pribowo berpendapat jabatan jaksa agung merupakan jabatan politik dari presiden. Karena itu, calon jaksa agung berasal dari jaksa karier meski pensiun terlebih dahulu di usia 58 tahun. Bila tetap menggunakan sistem yang sama, cara memilihnya seharusnya berbeda melalui perubahan UU 16/2004.

Johan sependapat dengan usulan PSHK tentang pemilihan dilakukan dengan menggunakan tim pansel atau tim independen. Dia menilai bila jaksa agung tidak harus berlatar belakang jaksa, memang harus menggunakan tim seleksi untuk melihat rekam jejak para calon. Termasuk menggali dan mengupas semua keahlian dan kemampuan para calon.  “Dan keputusannya itu di DPR. Kalau sekarang kan DPR hanya menjadi stempel presiden,” katanya.

Tags:

Berita Terkait