Pencemaran Nama Baik UU ITE yang Turut Mengancam Akademisi
Berita

Pencemaran Nama Baik UU ITE yang Turut Mengancam Akademisi

Kriminalisasi masyarakat bahkan civitas academica mengganggu berbagai aspek kehidupan manusia khususnya pemenuhan HAM.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Menurut Herlambang, semakin banyak negara demokrasi menghilangkan sanksi pidana pada kasus pencemaran nama baik. Dia menyarankan penghapusan sanksi pidana tersebut juga perlu dilakukan pada hukum Indonesia. Terlebih lagi, terdapat berbagai keputusan pengadilan yang dinilai tidak tepat sehingga terjadi kriminalisasi.

Salah satu cara yang disampaikan Herlambang yaitu mengganti jerat pidana tersebut dengan perdata. Namun, dia mengimbau agar hati-hati dalam mengubah ketentuan tersebut. “Diganti hukum-hukum tersebut (sanksi pidana) dengan mempertimbangkan kerugian, jadi dipindahkan ke perdata dan ini harus hati-hati. Dalam riset saya kerjakan dari awal, problem pencemaran nama baik adalah masalah berulang,” jelas Herlambang.

Dosen FH Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono, mengatakan dengan berbagai kasus pidana kebebasan berekspresi maka penegakan hukum menjadi tidak ideal. Padahal, kehadiran hukum pidana seharusnya melindungi HAM. Dia juga menyoroti kapasitas penegak hukum yang belum memadai dan budaya hukum yang lemah.

“Masalah kapasitas penegak hukum saat mereka berhadapan dengan pihak tertentu yang dianggap tinggi (kedudukan). Ini juga budaya hukum yang betapa lemahnya budaya demokrasi ketika bicara mengenai transpransi dianggap sebua protes,” jelas Sri.

Dia juga menyarankan agar pencemaran nama baik pada UU ITE perlu dirumuskan ulang. Menurutnya, perubahan ketentuan tersebut menjadi tantangan tersendiri sehingga memberi perlindungan bagi setiap warga negara.

Deputi Direktur Riset ELSAM, Wahyudi Djafar, mengatakan kriminalisasi masyarakat bahkan civitas academica mengganggu berbagai aspek kehidupan manusia khususnya pemenuhan HAM. Dia menyatakan terdapat 20 negara telah dekriminalisasi pencemaran nama baik dan 15 negara dekriminalisasi nama baik secara tertulis.

Dia menyampaikan untuk menerapkan hukum pencemaran nama baik harus memenuhi unsur pernyataan bohong atau palsu, bersifat faktual, menimbulkan kerusakan, mengganggu reputasi orang dan dipublikasikan kepada pihak ketiga.

“Hukum pencemaran nama baik didefenisikan sebagai hukum yang bertujuan melindungi orang terhadap pernyataan palsu atau fakta palsu yang menyebabkan kerusakan pada reputasi orang. Kendati begitu, jika tidak ditetapkan dengan hati-hati justru akan menghambat penikmatan kebebasan berekspresi,” jelas Wahyudi.

 

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait