Penelitian LBH Pers Simpulkan Right to Be Forgotten di UU ITE Mubazir
Utama

Penelitian LBH Pers Simpulkan Right to Be Forgotten di UU ITE Mubazir

Lemah secara kejelasan ruang lingkup right to be forgotten dan mekanisme penegakannya.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Kabar baik bagi media siber bahwa mereka berada di luar polemik ini. Meskipun tergolong PSE, media siber terikat mekanisme UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers soal penyelesaian sengketa terkait pemberitaan melalui Dewan Pers. 

 

Diungkapkan Direktur Eksektif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Nawawi Bahrudin, mengacu kasus Costeja, media siber seharusnya aman dari permintaan penghapusan berita. “Di Eropa jelas ada pegecualian untuk pers, karena mendapat informasi secara legal, faktual, pemberitaan, maka tidak termasuk yang harus dihapus,” jelasnya kepada hukumonline.

 

Ia mengingatkan bahwa kasus Costeja hanya menghukum Google melakukan de-listing tautan berita yang merugikan Costeja. Sedangan situs media lokal yang memuat berita itu dinyatakan tidak bersalah. Meskipun begitu, Nawawi tidak menutup kemungkinan bahwa rumusan UU ITE masih membuka peluang media siber ikut dipersoalkan dalam hal right to be forgotten.

 

Terakhir adalah soal potensi konflik dengan hak konstitusional lainnya seperti hak atas informasi dan kebebasan berekspresi. Pelaksanaan right to be forgotten saat ini berpotensi mengganggu pelembagaan hak publik atas informasi yang juga masih sangat muda.

 

Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

 

Implementasi pasal 28F UUD 1945 dalam UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengikat lembaga-lembaga publik berkaitan akses terhadap informasi milik mereka. Klausula “informasi yang tidak relevan” untuk dihapus berpotensi mengganggu hak publik mengetahui kasus-kasus pelanggaran hukum karena para pelaku mengajukan penghapusan informasi tersebut. Belum jelasnya ukuran data pribadi yang harus dilindungi dengan rumusan “informasi yang tidak relevan” menjadi peluang menghilangkan jejak kejahatan.

 

“Saya sih agak ragu bahwa pasal 26 ayat 3 bisa diaplikasikan hari ini,” ujar Wahyudi menutup penjelasannya.

 

Tags:

Berita Terkait