Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Kebijakan
Terbaru

Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Kebijakan

Sayangnya peran partisipasi masyarakat dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan hanya diatur dalam satu pasal. Alih-alih pelibatan partisipasi masyarakat, praktiknya hanya sebatas menjustifikasi proses pembuatan kebijakan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR-DPD. Foto: RES
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR-DPD. Foto: RES

Sebuah kebijakan yang sempurna idealnya adanya kajian yang komprehensif dan melibatkan peran serta partisipasi masyarakat. Sebab, sebuah kebijakan yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, objeknya adalah masyarakat luas. Untuk itu, peran serta partisipasi masyakat seharusnya diperhatikan para pembuat kebijakan ketika membentuk peraturan perundang-undangan di level pemerintah ataupun parlemen.

Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Indonesia, Muhammad Nur Sholikin berpandangan setiap pembahasan sebuah aturan mulai tingkat peraturan hingga perundang-undangan adanya keharusan melibatkan peran dan partisipasi masyarakat. Seperti halnya dalam pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi usul insiatif DPR maupun pemerintah.

Perumusan naskah akademik hingga draf RUU pun seharusnya tak lepas dari peran serta partisipasi masyarakat. Terlebih, dalam pembahasan sebuah RUU di parlemen, adanya keharusan meminta masukan dari masyarakat menjadi salah satu tahapan yang harus dilalui. Begitu pula sebuah kebijakan yang diambil pemerintah harus mendapat masukan dari masyarakat sebelum diputuskan.

Dalam Pasal 96 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 sebagaimana telah diperbaharui dengan UU No.15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan, Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”. Sementara dalam ayat (4)-nya menyebutkan, “Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat”.

“Ada frasa harus. Jadi ada kewajiban DPR dan presiden menyampaikan rancangan UU/peraturan terlebih dahulu,” ujar mantan Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) periode 2015-2019 itu, beberapa waktu lalu. (Baca Juga: Melihat Tahapan Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU)

Sama halnya dengan Sholikin, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura berpendapat pengaturan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan peraturan perundang-undangan sudah gamblang diatur UU 12/2011. Tapi, praktiknya tidak sesuai yang tertulis dalam aturan tersebut.

Pembentuk peraturan ataupun pembuat kebijakan tak jarang mengabaikan keterlibatan masyarakat atau partisipasi publik. Ingatan publik tentu masih kuat saat DPR dan pemerintah merevisi UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan merevisi No.8 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait