Pentingnya Pengelolaan JDIHN dengan Beragam Kendalanya
Berita

Pentingnya Pengelolaan JDIHN dengan Beragam Kendalanya

BPHN melalui Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional disarankan segera merumuskan kebijakan percepatan sosialisasi terhadap semua anggota JDIHN baik instansi pusat maupun daerah.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Karena itu, Taufik menyarankan agar BPHN melalui Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional segera merumuskan kebijakan percepatan sosialisasi dengan mempertimbangkan hal-hal ini yakni meningkatkan anggaran sosialiasasi; memperkuat distribusi informasi tentang JDIHN melalui media sosial, adanya perubahan sistem aplikasi; mengikutsertakan semua anggota JDIHN termasuk Perguruan Tinggi dan lembaga lain bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum (DIH) yang ditetapkan menteri; Kanwil Kemenkumham dan Pemerintah Provinsi melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan rencana tindak lanjut dari setiap peserta sosialisasi.

 

“BPHN selaku pembina JDIHN perlu melakukan pemantauan secara berkala terhadap konten atau isi (status, update, otentifikasi, akurasi, kemudahan dan kelengkapan DIH). Termasuk memantau secara berkala pengelolaan dan laporan rutin setiap anggota JDIHN,” saran dia.

 

Kepala Seksi Pengembangan Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, Fiddo Hafied Rum mengatakan pengelolaan data diperlukan dalam “Satu Data Indonesia” yakni kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan.

 

“Tentunya, data itu mudah diakses dan dibagipakaikan antar instansi pusat dan daerah melalui pemenuhan standar data, metadata, interoperabilitas data, dan menggunakan kode referensi dan data induk,” kata Fiddo.

 

Menurutnya, pengelolaan data dengan sistem itu tujuannya memberikan acuan pelaksanaan dan pedoman bagi instansi pusat dan instansi daerah dalam rangka penyelenggaraan tata kelola data, mendorong keterbukaan transparansi data, dan mendukung sistem statistik nasional peraturan perundang-undangan.

 

“Jika tidak ada sistem ‘Satu Data Indonesia’ akan menimbulkan permasalahan integrasi data dalam pengambilan kebijakan,” kata dia.  

 

Ia mencontohkan di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mendata kapal tidak memiliki gross akta, dimana hal tersebut menjadi syarat kapal yang terdata di Kementerian Perhubungan. “Ini tidak terjadi sinkronisasi pada data kapal kedua kementerian tersebut yang saling beririsan akibat tidak adanya kode referensi tunggal yang lazim dipakai untuk menyelaraskan dua database tersebut.”

Tags: