Ketua Bagian Perdata Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Dr. Kunthi Tridewiyanti, menekankan pentingnya pendampingan dan edukasi bagi perguruan tinggi untuk memiliki pemahaman yang mendukung dalam upaya pemulihan korban kekerasan seksual di lingkup area kampus.
Hal ini dipertegas dengan Peraturan Menteri Kemendikbudristek (Permendikbudristek) No.30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi soal satuan tugas atau satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang merupakan garda terdepan perwujudan kampus merdeka dari kekerasan di lingkungan perguruan tinggi.
“Setiap perguruan tinggi penting untuk menyediakan dan membuat satgas yang tugasnya memiliki kewajiban untuk pendampingan, melindungi, bahkan menjatuhkan sanksi yang akan menentukan apakah hukuman bagi pelaku berat atau ringan,” jelas Kunthi dalam kesempatan Instagram Live Hukumonline, Kamis (1/2).
Baca Juga:
- Minimnya Fasilitas Kampus Jadi Penyebab Kekerasan Seksual Marak di Perguruan Tinggi
- Perlunya Ruang Aman di Lingkungan Kampus Cegah Tindakan Kekerasan Seksual
- Meninjau Polemik Permendikbud Pencegahan Kekerasan Seksual
Setiap semesternya, satgas harus memberikan laporan terkait kinerja perlindungan terhadap korban kekerasan seksual sesuai yang tertuang di dalam Permendikbud tersebut. Satgas ini diisi oleh orang-orang dari berbagai unsur seperti dosen, mahasiswa, dan tenaga pendidik di lingkungan kampus.
“Mengapa mahasiswa juga harus menjadi bagian dari satgas? Karena mahasiswa itu lebih tahu dengan korban dan banyak korban, jadi dia harus duduk di satgas itu. Setidaknya jumlah satgas harus 5-7 orang yang dua pertiganya harus perempuan karena ini penting untuk satgas mempunyai perspektif kesetaraan gender,’’ kata dia.
Selain itu, seorang satgas harus memiliki riwayat pernah mendampingi korban kekerasan seksual, baik kekerasan secara fisik maupun kekerasan non fisik. Satgas akan mendampingi korban yang banyak diketahui stres selama proses pendampingan berlangsung.