Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada Logo IKN Nusantara
Kolom

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada Logo IKN Nusantara

Terkait dengan siapa pemilik logo Nusantara tersebut, kepemilikan tersebut dapat didokumentasikan dalam bentuk pencatatan.

Bacaan 6 Menit
Fitri Astari Asril. Foto: Istimewa
Fitri Astari Asril. Foto: Istimewa

Pemerintah Indonesia sudah matang dalam memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser, Kalimantan Timur yang telah diberi nama sebagai Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Per Januari 2023 lalu, Kepala Satgas Pembangunan Infrastruktur IKN Danis H Sumadilaga mengkonfirmasi bahwa progres infrastruktur dasar dari IKN sudah mencapai 12-15 persen.

Otorita IKN sebagai penanggung jawab pembangunan IKN tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, namun juga telah menyelenggarakan sayembara pembuatan logo resmi yang merepresentasikan IKN Nusantara. Dari 500 desainer yang ikut sayembara tersebut, telah terpilih satu logo pemenang sayembara yang diberi nama “Pohon Hayat Nusantara“, yang didesain oleh Aulia Akbar.

Logo tersebut terdiri dari unsur gambar/lukisan dan juga huruf dengan jenis font spesifik yang diciptakan berdasarkan kreativitas dan intelektual dari perancangnya sendiri. Wujud desain logo ini tentunya tidak terlepas dari unsur hak kekayaan intelektual (HKI). Logo tersebut sudah pasti tidak dapat dilindungi berdasarkan hukum paten, desain industri, maupun rahasia dagang mengingat unsur yang melekat pada logo tersebut tidak sesuai dengan syarat umum dan kategorisasi yang didefinisikan dalam rezim paten, desain industri, dan rahasia dagang. Lantas, hak kekayaan intelektual apa yang patut dalam perlindungan logo IKN “Nusantara” tersebut?

Baca juga:

Pada prinsipnya, “logo” dapat dilindungi dalam rezim hukum merek, yakni perlindungan terhadap tanda yang ditampilkan berupa gambar, logo kata, angka susunan warna, suatu, hologram, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Namun demikian, perlu diperhatikan kembali dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek) yang secara eksplisit mengatur “….pada kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa”. Secara harfiah pun, istilah “merek” dalam Bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “trademark” (re: trade diartikan sebagai perdagangan). Sehingga, logo “Nusantara” yang diresmikan tersebut sayangnya tidak memenuhi unsur penting dalam definisi merek dalam UU Merek, mengingat logo tersebut bukan diperuntukkan dalam kegiatan perdagangan barang/jasa.

Logo tersebut sejatinya dapat dikategorikan sebagai “emblem” atau simbol sebagai representasi pemerintahan dan bukan difungsikan sebagai tujuan komersial. Unsur apakah lambang negara atau lambang yang berkaitan dengan kenegaraan tidak diatur lebih lanjut dalam hukum merek di Indonesia. Namun, sudah pasti bahwa permohonan pendaftaran merek yang merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang, tidak dapat didaftarkan di Indonesia.

Hal ini sejalan dengan Pasal 6ter ayat 1 huruf (a) Paris Convention yang mengatur bahwa: The countries of the Union agree to refuse or to invalidate the registration, and to prohibit by appropriate measures the use, without authorization by the competent authorities, either as trademarks or as elements of trademarks, of armorial bearings, flags, and other State emblems, of the countries of the Union, official signs and hallmarks indicating control and warranty adopted by them, and any imitation from a heraldic point of view.

Tags:

Berita Terkait