Perlu Langkah Rasional Atasi Masalah Kepailitan di Masa Pandemi
Utama

Perlu Langkah Rasional Atasi Masalah Kepailitan di Masa Pandemi

Pemerintah perlu merujuk kebijakan berbagai negara mengatasi permasalahan PKPU dan kepailitan di masa pandemi Covid-19.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Menurut Jimmy, pemerintah perlu merujuk kebijakan berbagai negara mengatasi permasalahan PKPU dan kepailitan. Pasalnya, terdapat negara seperti Singapura dan Australia yang telah lebih dulu menerapkan bantuan sementara saat pandemi Covid-19.

"Pemerintah sewajarnya juga mempertimbangkan hal-hal tersebut sebagai perbandingan atas tindakan yang selayaknya diambil guna menekan banyaknya kepailitan yang terjadi pada masa pandemi Covid-19 ini sebelum memberlakukan moratorium atau penangguhan penuh terhadap Undang-Undang Kepailitan Indonesia yang dapat mengakibatkan kerugian bagi semua pihak," jelas Jimmy.

Sebagai contoh, pemerintah Singapura memberlakukan berbagai kebijakan pembebasan sementara dari pelaksanaan kewajiban cicilan dengan kondisi dan persyaratan tertentu. Singapura juga memberlakukan pembatasan proses kepailitan dan insolvensi tertentu dengan menaikkkan batasan nilai pengajuan untuk pengajuan permohonan kepailitan/pembayaran kembali.

Ministry of Law Singapura memberlakukan the Covid-19 (Temporary Measures) Act pada April 2020. Aturan ini diharapkan dapat memitigasi dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 dengan memberikan keringanan sementara khususnya pelaku usaha kecil memenuhi kewajiban kontrak.

Salah satu poinnya yaitu keringanan sementara dari bankruptcy proceedings. Namun, kebijakan Singapura ini disusun dengan matang dan memberlakukan ambang batas dari sisi jumlah utang dan jangka waktu.

Partner Allen and Gledhill Law Firm, Andrew Chan, menjelaskan peran Singapura bertindak membantu dunia bisnis dan individu yang terdampak pandemi Covid-19. “Secara umum kebijakan temporary measures yang diterapkan Singapura bertujuan untuk membantu masyarakat yang tidak mampu untuk memenuhi kewajiban kontrak-kontrak tertentu karena Covid-19. Selain itu, kebijakan temporary measures ini juga membatasi proses kebangkrutan dan kepailitan tertentu,” jelas Andrew dalam paparannya.

Dia menjelaskan temporary measures tidak termasuk kontrak yang ditandatangani atau diperbarui pada atau setelah 25 Maret 2020. Dan, mencakup pada kewajiban atau obligation yang harus dilakukan pada atau setelah 1 Februari 2020.

Dari sisi jangka waktu, temporary measures ini awalnya berlaku selama 6 bulan dari 20 April 2020 hingga 19 Oktober 2020. Namun, melihat kondisi, kebijakan tersebut diperpanjang disesuakan dengan jenis kontraknya seperti kontrak konstruksi dan kontrak pengiriman barang yang diperpanjang sampai 30 September 2021.

Sedangkan Chair & Head of Risk Advisory of Norton Rose Fulbright Australia, Scott Atkins, menjelaskan bahwa pemerintah Negeri Kanguru tersebut menaikkan jumlah yang dapat ditagihkan oleh pihak dalam bentuk somasi dan juga jangka waktu penyelesaiannya. Kemudian, terdapat kebijakan pembebasan sementara para direktur dari transaksi yang sudah insolven. 

Selain itu, INSOL International juga telah mengeluarkan pedoman yang dapat diterapkan oleh masing-masing negara dalam undang-undangnya yaitu The Principles for Effective Insolvency and Creditor/Debtor Regimes dan juga The Statement of Principles for a Global Approach to Multi-Creditor Workouts II.

Tags:

Berita Terkait