Permenaker Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Berpotensi Langgar Hak Pekerja
Terbaru

Permenaker Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Berpotensi Langgar Hak Pekerja

Ketimbang memotong upah buruh 25 persen pemerintah bisa mengambil kebijakan seperti memberi insentif kepada industri terdampak krisis global dan mendorong hasil produksi dipasarkan di dalam negeri.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Upah buruh yang dibayar di bawah ketentuan upah minimum otomatis berdampak langsung pada penurunan daya beli masyarakat. Dengan kata lain, kesejahtreraan buruh dan keluarganya bakal menurun. Kondisi tersebut berdampak pula terhadap pertumbuhan ekonomi, karena konsumsi masyarakat mengkontribusi 52 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Timboel berpendapat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tidak tepat menyebut Permenaker 5/2023 sudah dibahas Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) karena unsur serikat buruh tidak pernah dilibatkan. Legalitas LKS Tripnas yang ada saat ini juga dipertanyakan karena masa jabatannya sudah berakhir dan belum terbit Keppres baru untuk menetapkan anggota LKS Tripnas berikutnya.

Perusahaan yang berorientasi ekspor menurut Timbooel melakukan produksi sesuai pesanan. Akibatnya sstatus hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan kebanyakan bersatatus perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau alih daya. Sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) kerap terjadi di perusahaan. Oleh karena itu, alasan Apindo yang menyebut terbitnya Permenaker 5/2023 akan menghambat PHK maka itu tidak tepat.

“Apindo sering menggunakan PHK untuk meminta fasilitas dari pemerintah dengan menekan upah buruh,” tegasnya.

Dalam mencegah Permenaker 5/2023 digunakan perusahaan secara sepihak untuk memotong upah buruh Timboel mendesak pemerintah melakukan pengawasan secara ketat. Pelaksanaan Permenaker 5/2023 butuh pengawasan yang mumpuni. Ironisnya selama ini pengawas ketenagakerjaan lemah dan menjadi celah bagi perusahaan memanfaatkan beleid itu untuk memangkas upah buruh.

Sebelumnya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan & Jaminan Sosial (Jamsos) Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J. Supit, mengatakan Permenaker 5/2023 telah dibahas dalam forum Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional (Tripnas). Hal itu menunjukan stakeholder utama ketenagakerjaan, dapat memahami perlunya landasan hukum bagi dunia usaha di sektor tertentu agar dapat menerapkan fleksibilitas jam/waktu kerja. Beleid itu mengatur pula syarat keharusan adanya kesepakatan pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, sehingga tidak ada yang dirugikan.

Baginya, pengaturan fleksibilitas waktu/jam kerja ini merupakan salah satu solusi terbaik mencegah pengurangan karyawan akibat dampak perubahan ekonomi global. Dia menghimbau agar para pengusaha khususnya yang bergerak di bidang padat karya dan berorientasi ekspor, agar patuh dan konsisten dengan pengaturan fleksibilitas waktu kerja yang diatur dalam Permenaker 5/2023.

Ketentuan yang diatur dalam Permenaker 5/2023, menurut Anton berlaku untuk industri yang menghasilkan komoditas tertentu seperti garmen dan tekstil yang berorientasi ekspor kepada negara tertentu seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Perusahaan yang memenuhi kategori tersebut dapat melakukan penyesuaian waktu kerja dari 40 jam per minggu menjadi 30 jam per minggu dengan penyesuaian upah.

“Penyesuaian waktu kerja hanya berlaku selama 6 bulan sejak Permenaker 5/2023 diundangkan dengan catatan harus memenuhi semua persyaratan yang sudah di wajibkan dalam Permenaker,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait