Permohonan Maaf dan Status Seorang Ibu Warnai Pledoi Damayanti
Berita

Permohonan Maaf dan Status Seorang Ibu Warnai Pledoi Damayanti

Damayanti meminta agar tuntutan jaksa KPK berupa pidana denda dan pidana tambahan tidak dipertimbangkan majelis hakim.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Permohonan Maaf dan Status Seorang Ibu Warnai Pledoi Damayanti
Hukumonline
Menyandang status justice collaborator, mantan anggota Komisi V DPR RI, Damayanti Wisnu Putranti meminta majelis hakim untuk tidak mempertimbangkan tuntutan jaksa penuntut umum KPK mengenakan pidana denda dan pidana tambahan kepadanya. Sambil menangis, Damayanti terus berusaha menyelesaikan membacakan nota pembelaan di hadapan persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/9).

“Saya mohon kepada majelis agar hak politik saya tidak dicabut karena saya ingin tetap mengabdi pada negara selepas menjalani pidana,” tutur Damayanti.

Sebelumnya, jaksa KPK menuntut mantan kader PDIP itu dengan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan ditambah pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam persidangan yang digelar pada Senin 28 Agustus 2016 lalu. (Baca Juga: Berstatus Justice Collaborator, Damayanti Dituntut 6 Tahun Bui)

Dalam pledoi pribadinya, Damayanti kecewa lantaran jaksa menganggap dirinya sebagai pelaku utama. Padahal selama pemeriksaan ia selalu bersikap kooperatif dengan penyidik untuk membantu mengungkap siapa saja aktor yang terlibat baik pimpinan Komisi V DPR ataupun petinggi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Saya mohon maaf kepada teman-teman Komisi V DPR RI karena yang saya sampaikan dalam persidangan adalah yang sebenar-benarnya,” lirihnya.

Lebih lanjut, Damayanti juga mengungkapkan bahwa ia sangat menyesal dengan perbuatannya telah menerima pemberian dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU), Abdul Khoir sebesar Sing$732 ribu dan Rp1 miliar (dalam dollar Amerika Serikat) atau jika diakumulasikan berjumlah lebih dari Rp8 miliar bersama-sama dengan Budi Supriyanto, Dessy Ariyati Edwin, dan Julia Prasetyarini.

Ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak menggunakan uang tersebut dan telah mengembalikan seluruhnya kepada KPK. Selain menyesal, Damayanti juga meminta maaf kepada konstituennya di Tegal dan Brebes karena tidak bisa meneruskan dan menjalankan amanah untuk membangun daerah pilihan (dapil) yang mengantarkannya menuju Senayan. (Baca Juga: Damayanti Kembalikan Uang, KPK Pertimbangkan Justice Collaborator)

“Saya baru satu tahun jadi anggota DPR, tidak tahu bagaimana permainan politik di DPR. Saya sangat menyesal karena ini bukan hanya rugikan saya tetapi konstituen saya,” kata Damayanti.

Kepada majelis hakim, Damayanti kembali meminta agar hak politik untuk memilih dan dipilih tidak dicabut sebagaimana tuntutan jaksa KPK. Ia sesumbar bahwa selama memegang amanah sebagai anggota Komisi V DPR, ia telah berhasil membangun daerah konstituennya, diantaranya jalan tengah penghubung ke Semarang yang telah dimulai pembangunannya sejak tahun 2015, membangun fly over di daerah brebes, serta sejumlah pembangunan infrastruktur berupa jalan di daerah konstituennya.

Menambahkan Damayanti, tim kuasa hukumnya secara bergantian juga kecewa dengan status pelaku utama yang disebutkan jaksa KPK dalam tuntutan. Menurut tim kuasa hukum, peran yang dilakukan Damayanti sangat kecil terutama pada program aspirasi. Apalagi, pimpinan KPK juga telah menerima permohonan status justice collaborator lewat suratnya tertanggal 19 Agustus 2016.

Tim kuasa hukum menilai pemberian yang diterima terdakwa adalah murni ‘uang swasta’ yakni dari PT Windhu Tunggal Utama dan bukan uang APBN. Kuasa hukum tak akan mengajukan justice collaborator jika Damayanti merupakan pelaku utama. Sama dengan Damayanti, kuasa hukum berharap agar majelis hakim tidak mempertimbangkan pidana denda dan pidana tambahan dalam putusan, tidak menetapkan terdakwa sebagai pelaku utama, dan meminta agar jaksa mengembalikan empat barang bukti yang tidak terkait dengan perkara.

Menanggapi pledoi yang disampaikan, jaksa KPK tetap berpegang teguh pada tuntutannya. Sebelum menutup sidang, Hakim Ketua Sumpeno menjadwalkan putusan Damayanti akan dibacakan pada 22 September 2016. Namun, ternyata, jaksa KPK tidak bisa dan minta jadwal ulang lantaran di KPK sedang ada rapat kerja. Akhirnya, disepakati, pembacaan vonis putusan Damayanti akan dilaksakanan pada Senin, 26 September 2016.

Pertimbangkan Status Seorang Ibu
Saat sidang pembacaan pledoi, Damayanti ditemani dengan dua anaknya serta beberapa keluarganya. Menurut Damayanti dalam persidangan, ia memiliki empat orang anak di mana satu di antara mereka, masih sangat kecil yakni berumur 5,5 tahun. Dikatakan Damayanti, ia berharap majelis hakim juga mempertimbangkan pidana penjara selama enam tahun mengingat ia adalah seorang ibu yang punya tanggung jawab membesarkan dan mendidik anaknya.

“Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan ini. Saya berharap majelis hakim mempertimbangkan saya sebagai seorang ibu,” kata Damayanti.

Delapan bulan dalam sel, ia membayangkan bila harus hidup di balik jeruji besi selama enam tahun tanpa bisa mendampingi anak-anaknya tumbuh. Apalagi, melihat pemberitaan di luar sana mengenai kejahatan seksual terhadap anak, ia sangat khawatir dengan keamanan anak-anaknya di rumah.

“Waktu anak saya mengunjungi saya ke sel, anak saya bertanya terus kapan saya pulang. Dan dia juga minta untuk tidur bareng saya di sel. Dengar itu, saya sangat sedih,” kata Damayanti.
Tags:

Berita Terkait