Pesan Presiden ke OJK Terkait Banyaknya Warga Terjerat Bunga Tinggi Pinjol
Terbaru

Pesan Presiden ke OJK Terkait Banyaknya Warga Terjerat Bunga Tinggi Pinjol

Fenomena dampak pinjaman online (pinjol) muncul seiring dengan pesatnya gelombang digitalisasi di tengah pandemi COVID-19.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto: RES

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendengar terdapat masyarakat lapisan bawah yang tertipu dan terjerat bunga tinggi dari perusahaan pinjaman online (pinjol) di tengah pesatnya digitalisasi sektor ekonomi dan keuangan. Presiden meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pelaku industri jasa keuangan untuk menjaga dan mengawasi perkembangan digitalisasi sektor keuangan agar tumbuh secara sehat dan berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat.

“Saya juga memperoleh informasi banyak penipuan dan tindak pidana keuangan telah terjadi. Saya mendengar masyarakat bawah yang tertipu dan terjerat bunga tinggi oleh pinjaman online yang ditekan dengan berbagai cara untuk mengembalikan pinjamannya,” ujar Presiden dalam OJK Virtual Innovation Day di Istana Negara, Jakarta, Senin (11/10).

Fenomena dampak pinjaman online (pinjol) tersebut muncul seiring dengan pesatnya gelombang digitalisasi di tengah pandemi COVID-19, yang memunculkan bank digital, asuransi digital, pembayaran elektronik (e-payment), dan layanan finansial berbasis teknologi (fintech). (Baca: Tiga Ciri Pinjol Ilegal yang Perlu Diwaspadai)

“Harus kita sikapi dengan cepat dan tepat, kita lihat bank berbasis digital bermunculan, juga asuransi berbasis digital bermunculan, dan berbagai e-payment,” ujarnya.

Presiden meminta OJK dan pelaku industri jasa keuangan untuk membangun ekosistem keuangan digital yang bertanggung jawab, kuat, dan berkelanjutan. Ekosistem keuangan digital juga harus memiliki kebijakan mitigasi risiko terhadap masalah hukum dan sosial untuk mencegah kerugian dan memberikan perlindungan bagi masyarakat.

OJK dan pelaku industri, kata Presiden, juga perlu memberikan literasi keuangan dan literasi keuangan digital kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan manfaat luas dari pertumbuhan sektor keuangan digital.

Selain itu, Presiden juga berharap industri ekonomi dan keuangan digital dapat memberikan akses kegiatan ekonomi yang lebih besar kepada masyarakat bawah, sehingga dapat turut mengurangi ketimpangan sosial.

“Saya titip kepada OJK dan pelaku usaha di dalam ekosistem ini untuk memastikan inklusi keuangan yang kita kejar harus diikuti dengan percepatan literasi keuangan dan literasi digital, agar kemajuan inovasi keuangan digital memberikan manfaat bagi masyarakat luas dan mendorong perekonomian yang inklusif,” jelas Presiden Jokowi.

Sebelumnya, Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Ari Kuncoro mengatakan peran OJK sangat krusial dalam inovasi keuangan digital. “Keragaman jenis fintech (financial technology/teknologi finansial) yang ada di Indonesia menunjukkan betapa menarik dan dinamisnya pasar dan inovasi jasa keuangan Indonesia," kata Ari Kuncoro dalam keterangannya, Jumat (8/10) seperti dilansir Antara.

Ia mengatakan adapun manfaat yang dirasakan dari pesatnya perkembangan inovasi keuangan digital, yaitu tersedianya ragam layanan keuangan yang bisa menyesuaikan kebutuhan masyarakat. Berbagai kalangan yang sebelumnya tidak bankable, kini bisa ikut mengakses layanan keuangan dengan hadirnya berbagai alternatif yang disediakan oleh fintech.

Di tahun 2020, saat terjadinya puncak pandemi COVID-19, kehadiran inovasi keuangan digital terbukti menjadi solusi berbagai tantangan menyangkut kebutuhan masyarakat akan layanan jasa keuangan.

“Dari aspek regulasi, pengalaman di negara maju menunjukkan bahwa fintech yang menyatu dengan sisi perbankan membawa dua tantangan baru, yaitu pertama risiko siber dan kerentanan data nasabah yang membuat masyarakat resah dan berpotensi dirugikan. Yang kedua adalah risiko stabilitas terhadap sistem keuangan mengingat beberapa contoh penerapan fintech, seperti percepatan dan persetujuan pinjaman berpotensi meng-underestimate tingkat risiko calon peminjam,” ujarnya.

Bagi perusahaan fintech yang tidak berafiliasi dengan bank, tantangan yang dihadapinya juga berbeda. Prof. Ari memberikan contoh, yang paling marak di Indonesia adalah penyalahgunaan data nasabah oleh oknum pinjaman online.

Selain itu, katanya, penerapan algoritma untuk otomasi peregangan berpotensi menimbulkan perilaku kolektif pasar yang berbahaya seperti penjualan secara masif produk-produk tertentu secara bersamaan yang berpotensi crash di pasar. Kemunculan mata uang digital berbasis block chain juga menyebabkan kegamangan baru mengingat alat transaksi yang sah, seyogyanya adalah yang dijamin oleh otoritas yang sah.

Tags:

Berita Terkait