Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar evaluasi akhir dari kerja sama dengan Mediator Non Hakim dalam mediasi pro bono pada Kamis (27/7) di Jakarta. Mediasi probono ini merupakan salah satu program milik PN Jakpus yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung.
Wakil Ketua PN Jakpus, Henny Trimira Handayani mengungkapkan ada tiga hal yang melatarbelakangi dilaksanakan mediasi probono dengan Mediator Non Hukum, yaitu program kerja PN Jakpus, perlunya sistem yang meringankan beban kerja hakim, dan keberadaan Mediator Non Hakim yang masih belum menjadi pilihan oleh masyarakat.
“Kami memerlukan sistem yang dapat meringankan beban hakim PN Jakpus dalam menangani perkara, khususnya pada saat mediasi. Hal ini karena mengingat perkara yang masuk ke PN Jakpus cukup tinggi. Kemudian, mediator non hakim ini hampir tidak tersentuh dan tidak menjadi pilihan para pihak saat mediasi. Ketika ditanya ingin mediator dari mana mereka memilih hakim daripada mediator non hakim” jelas Henny kepada Hukumonline.
Baca Juga:
- PN Jakarta Pusat Gandeng Mediator Non Hakim untuk Mediasi Pro Bono
- Begini Aturan Main Jadi Mediator Non Hakim Pro Bono di PN Jakpus
Untuk itu, PN Jakpus melakukan kerja sama dengan mediator non hakim yang bertujuan untuk mengurangi beban kerja hakim. Pertimbangan tersebut kemudian menimbulkan pemikiran untuk mengumpulkan para hakim, dan tepat pada 1 Agustus 2022 PN Jakpus memulai dengan 61 Mediator Non Hakim.
“Hingga kini terus bertambah, kami menerima 111 mediator non hakim yang mau terlibat dalam proses mediasi. Dalam penanganan Kerjasama tersebut PN Jakpus menyediakan sarana dan prasarana termasuk sistem dalam menata perjalanan mediasi suatu perkara sehingga kerja mediator non hakim tetap dalam pengawasan hakim mediator,” imbuhnya.
Pada evaluasi ini para Mediator Non Hakim telah terlibat dalam mediasi di 226 perkara dan berhasil mendapatkan perdamaian sebanyak 26 perkara. Secara umum, Henny menyampaikan bahwa tujuan dari kerjasama tersebut telah menunjukkan hasil yaitu mengurangi beban kerja hakim.