Sejumlah Potensi Penyelewengan Vaksin Booster untuk Tenaga Kesehatan
Terbaru

Sejumlah Potensi Penyelewengan Vaksin Booster untuk Tenaga Kesehatan

Penyelewengan vaksin booster terjadi karena pengawasan yang lemah di lapangan sehingga berujung pada minimnya tindak lanjut oleh kementerian dan lembaga terkait.

CR-27
Bacaan 3 Menit
Amanda Tan, perwakilan LaporCovid-19 saat memaparkan data tahunan LaporCovid tahun 2021. Foto: CR-27
Amanda Tan, perwakilan LaporCovid-19 saat memaparkan data tahunan LaporCovid tahun 2021. Foto: CR-27

Banyaknya laporan warga terkait penyelewengan vaksin selama tahun 2021 yang diterima oleh LaporCovid-19 terkait pemberian vaksin ketiga yang dikhususkan oleh tenaga kesehatan. Amanda Tan perwakilan LaporCovid-19 membagikan data tahunan LaporCovid pada tahun 2021 bahwa LaporCovid-19 telah menerima 71 laporan. Penyelewengan ini terus terjadi, hal ini disebabkan oleh pengawasan yang lemah di lapangan sehingga berujung pada minimnya tindak lanjut oleh kementerian dan lembaga terkait.

“Laporan warga terkait penyelewengan vaksin ini terkait vaksin booster yang diperuntukkan kepada tenaga kesehatan namun bisa didapatkan oleh warga sipil biasa,” ungkap Amanda saat sesi diskusi yang dilakukan secara daring pada Selasa (4/1) yang lalu.

Adanya laporan ini, lanjut Amanda, mengindikasikan besarnya potensi risiko korupsi terkait distribusi yang dilakukan oleh banyak petugas vaksin. Pemerintah dalam hal ini dengan membawa kasus penyelewengan vaksin kepada auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), namun hasil audit tidak dipublikasikan kepada publik.

Dari 71 laporan yang diterima oleh LaporCovid-19, sebanyak 27 di antaranya melibatkan pejabat, petugas dan pemerintah daerah setempat. Transparency International Indonesia (TII) turut mengawal program vaksinasi booster ini. Di dalamnya terdapat masalah besar dalam proses vaksinasi, di antaranya adalah soal risiko yang cukup besar dilihat dari postur anggaran yang diperuntukkan untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp47,61 triliun yang diperuntukkan untuk pengadaan vaksin dan Rp6,80 triliun untuk pelaksanaan vaksinasi, bahkan Kementerian Keuangan juga menyiapkan cadangan anggaran sebesar Rp35 triliun.

“Dalam distribusi pengadaan vaksin ini terdapat beberapa permasalahan, yaitu konflik kepentingan dalam pengadaan penyedia yang melakukan distribusi vaksin ke daerah, penanganan yang buruk sehingga berdampak pada distribusi yang tidak merata, adanya konflik kepentingan dalam pembagian alokasi vaksin dan minimnya informasi jenis vaksin dan masa kadaluarsa vaksin,” ujar Peneliti TII, Agus Sarwono.

Dalam pengadaan vaksinasi booster ini membuat adanya potensi pungli dalam pelaksanaan vaksinasi sehingga tidak mengherankan apabila jual beli vaksin dosis booster ini juga dapat ditemukan secara ilegal. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) turut memperhatikan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pemerintah terkait pengadaan vaksin, khususnya vaksinasi booster di lapangan.

“Banyak sekali pelanggaran vaksin yang terjadi di lapangan yang berdampak pada semakin carut marutnya penanganan pandemi di Indonesia, berbagai perundang-undangan jelas melanggar konstitusi semangat kemerdekaan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan jaminan hak-hak atas kesehatan serta larangan diskriminasi,” kata Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur.

Baca:

Buruknya pelaksanaan vaksinasi booster ini bukan sekadar praktik atau penyelewengan di lapangan, hal ini patut diduga bahwa sesungguhnya dugaan penyelewengan ini sudah diprediksi sejak awal program vaksinasi. Berita mengenai vaksin harus berbayar dan iklan-iklan tentang vaksin lainnya yang beredar di masyarakat serta ketidakpastian vaksin lainnya, Isnur menduga bahwa penyelewengan vaksin ini telah terjadi sejak dalam perencanaan.

“Jika di dalam perencanaan saja tidak maksimal, maka dia akan menjadi instrumen yang sejak awal sudah diduga akan terjadi pelanggarannya,” jelas Isnur.

Dalam praktiknya, pengaduan yang diterima YLBHI dari berbagai wilayah di Indonesia mengindikasikan dengan jelas bahwa penyelewengan booster ini melanggar hak asasi manusia. Selain melanggar hak asasi manusia, pemerintah diduga telah melanggar Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, di mana Pasal 5 menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, serta dalam Pasal 5 ayat 2 yang menjelaskan setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

Pemerintah juga diduga melanggar Undang-Undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, yang dalam hal ini merupakan bagian dari upaya utuh penanggulangan. Sejalan dengan hal itu pasal 15 ayat 1 jo. ayat 2 UU yang sama menjelaskan dalam bagian tindakan kekarantinaan kesehatan termasuk di dalamnya berupa pemberian vaksinasi.

“Pemberian vaksinasi adalah upaya menyeluruh bukan upaya separuh-separuh, apalagi diperjual belikan dan digelapkan seperti yang terjadi seperti saat sekarang ini,” kata Isnur.

YLBHI meminta Kementerian Kesehatan untuk melakukan pertanggungjawaban terkait vaksinasi ini, bukan sekadar yang terjadi di lapangan namun perlu ditelusuri kebijakan yang dibuat di dalam kementerian sehingga kekacauan yang terjadi di lapangan bisa di usut. Banyaknya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemerintah menurut YLBHI tidak dapat dibiarkan, hal ini harus menjadi pengawalan dan koreksi bersama. Mekanisme hukum pun dimungkinkan akan ditempuh YLBHI jika kekacauan ini tak segera diselesaikan pemerintah.

“Jika masyarakat menemukan kejadian yang salah dari vaksinasi ini, segera lakukan pengaduan ke pengaduan di kanal resmi pemerintah dan bisa juga melaporkan ke Ombudsman atau Komnas HAM karena mekanisme ini disediakan dan diatur oleh Undang-Undang supaya digunakan sebagaimana mestinya,” katanya.

Terakhir, YLBHI menyebutkan bahwa pemerintah dalam melakukan tindakan dan melakukan kebijakan harus memiliki dasar, memiliki kewenangan dan prosedur serta substansinya harus sesuai dengan hukum sehingga jangan sampai tindakan pemerintah ini menjadi tindakan yang sewenang-wenang.

Tags:

Berita Terkait