PPHKI: Persebaran Advokat di Indonesia Tidak Cukup Merata
Utama

PPHKI: Persebaran Advokat di Indonesia Tidak Cukup Merata

Kebanyakan advokat berpusat di kota-kota besar, sedangkan di wilayah kabupaten atau daerah pelosok masih relatif sedikit, sehingga membutuhkan perhatian lebih. Sehubungan dengan itu, PPKHI menjalin sejumlah kerja sama.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Ketua Umum Demisioner PPHKI Fredrik J. Pinakunary dan Ketua Pelaksana Acara Indonesia Justice Conference 2023 Lukas Banu. Foto: Istimewa
Ketua Umum Demisioner PPHKI Fredrik J. Pinakunary dan Ketua Pelaksana Acara Indonesia Justice Conference 2023 Lukas Banu. Foto: Istimewa

Belum lama ini, Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) telah menggelar Indonesia Justice Conference 2023 pada 30 Juni-1 Juli 2023 dihadiri sekitar 300-an lebih peserta. Konferensi yang mengusung tema "Restoring Justice, Transforming Nation" digelar di Bali dengan menghadirkan berbagai narasumber yang berasal dari ragam profesi hukum. Sebagai output dari acara tersebut melahirkan banyak kerja sama yang terjalin.

“Kita tahu persebaran (jumlah, red) advokat ini tidak cukup merata di tanah air. Advokat itu adanya kalau gak di kota besar paling tidak di ibu kota provinsi. Sementara di kabupaten, ke bawah-bawah lagi, itu relatif sedikit sekali pengacaranya,” ungkap Ketua Umum PPHKI Demisioner Fredrik J. Pinakunary melalui sambungan telepon dengan Hukumonline, Jum'at (14/7/2023).

Baca Juga:

Dalam konferensi yang berlangsung selama dua hari itu menjadi wadah bagi PPHKI dalam menjalin berbagai kerja sama. Diantaraya pemberian edukasi bagi kalangan paralegal di daerah-daerah mengenai kemahiran hukum. Seperti tentang teknis pendampingan, advokasi, dan lain-lain.

Pasalnya, dengan kondisi tidak meratanya tenaga advokat di daerah pelosok membuat sebatas paralegal yang mau-tidak mau menghadapi masyarakat secara langsung. “Paralegal itu punya panggilan (hati), tapi dia bukan lawyer. Mereka hidup di tengah masyarakat kecil,” kata dia.

Fredrik mencontohkan suatu kasus di Nusa Tenggara Timur (NTT) dimana terjadi pemerkosaan anak. Kasus itu terjadi bukan di Kupang, melainkan di daerah-daerah lainnya yang memiliki keterbatasan akses. Pada kondisi seperti itu tidak terdapat pengacara dan yang ada hanyalah paralegal.

“Kita ini kemudian bekerja sama, diminta mengedukasi paralegal yang ada di daerah-daerah itu tentang teknis pendampingan, advokasi, dan seterusnya. Karena hatinya melayani orang-orang yang di daerah. Kita PPHKI bekerja sama dengan lembaga-lembaga itu untuk mendidik mereka tentang kemahiran hukum,” terangnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait