Prof Aloysius Uwiyono: Pengaturan PKWT Dalam UU Cipta Kerja Belum Berkeadilan
Utama

Prof Aloysius Uwiyono: Pengaturan PKWT Dalam UU Cipta Kerja Belum Berkeadilan

Karena membuka peluang untuk PKWT dilakukan secara terus-menerus. Peran pemerintah untuk mengatur pengupahan dikurangi dalam UU Cipta Kerja dan dikembalikan pada fungsi keperdataan. Misalnya upah dan sanksinya berdasarkan kesepakatan para pihak.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Kalau PKWT yang didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu, dan pekerjaan itu belum selesai, maka PKWT itu dapat diperpanjang sampai batas waktu selesainya pekerjaan,” jelasnya.  

Menurut Aloysius, ketentuan itu tidak mengatur sampai kapan perpanjangan PKWT ini berakhir. Pasal 9 ayat (4) PP No.35 Tahun 2021 mengatur dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT belum dapat diselesaikan sesuai lamanya waktu yang disepakati, maka jangka waktu PKWT dilakukan perpanjangan sampai batas waktu tertentu hingga selesainya pekerjaan.

“PKWT jenis ini berpotensi bisa dilakukan terus-menerus tanpa batas,” ujarnya.

Dari berbagai ketentuan PKWT dalam UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya itu Aloysius berkesimpulan pengaturan hubungan kerja terkait PKWT belum mencerminkan rasa keadilan bagi buruh. Antara lain karena PKWT bisa ditafsirkan sebagai PKWT yang diperpanjang terus-menerus, tapi tidak berhak atas pesangon, hanya uang kompensasi PKWT. “Seharusnya PKWT diatur dengan jangka waktu yang benar-benar tertentu, tanpa membuka potensi untuk perpanjangan yang terus menerus, seperti PKWTT.”

Peran pemerintah dikurangi

Dosen Fakultas Hukum UI, Siti Hajati Hoesin, menyoroti ketentuan pengupahan dalam UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya yakni PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Menurutnya, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya tidak lagi mengkaitkan upah dengan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana sebelumnya diatur UU Ketenagakerjaan. Penekanan UU Cipta Kerja yakni buruh harus bisa hidup layak dan tidak melulu dikaitkan dengan upah, tapi kebijakan lain, seperti jaminan sosial.

“Pemerintah seharusnya menjamin warganya untuk bisa hidup layak,” ujar Siti Hajati Hoesin dalam kesempatan yang sama. (Baca Juga: Begini PP Pengupahan Atur Formula Penghitungan Upah Minimum)

Menurut Siti, peran pemerintah untuk mengatur pengupahan dikurangi (dipangkas, red) dalam UU Cipta Kerja dan dikembalikan pada fungsi keperdataan. Misalnya upah dan sanksinya berdasarkan kesepakatan para pihak. Hal baru yang diatur dalam UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya yakni mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan hasil.

Selain itu, ada syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam menetapkan upah minimum kabupaten/kota. Upah minimum sektoral pun tidak diatur karena ketentuan ini dianggap rumit bagi kalangan dunia usaha. “Paling penting ke depan adalah peran pengawasan untuk memastikan berbagai ketentuan ini dapat berjalan sesuai aturan!”

Tags:

Berita Terkait