Raih Gelar Doktor, Wasekjen BANI Usung Disertasi Pilihan Ex Aequo et Bono dalam Putusan Arbitrase
Sidang Promosi Doktor

Raih Gelar Doktor, Wasekjen BANI Usung Disertasi Pilihan Ex Aequo et Bono dalam Putusan Arbitrase

Fokus disertasi Eko Prasetyo terkait pembahasan filosofis mengenai kebebasan memilih hukum atau ex aequo et bono yang menuju pada sebuah gagasan mengenai choice of paradigm.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Wasekjen BANI Eko Dwi Prasetyo (keempat dari kiri) berhasil meraih gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan. Foto: WIL
Wasekjen BANI Eko Dwi Prasetyo (keempat dari kiri) berhasil meraih gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan. Foto: WIL

Wakil Sekretaris Jenderal Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Eko Dwi Prasetyo, berhasil meraih gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan. Dalam sidang terbuka yang diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Selasa (16/1), Eko berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul Choice of Paradigm dalam Arbitrase: Refleksi Filosofis Terhadap Kebebasan Memilih Hukum atau Ex Aequo et Bono Sebagai Pertimbangan Putusan Arbitrase.

Eko menjelaskan fokus disertasinya terkait pembahasan filosofis mengenai kebebasan memilih hukum atau ex aequo et bono yang menuju pada sebuah gagasan mengenai choice of paradigm.

Secara umum ada satu hal yang ingin disampaikan Eko lewat disertasinya bahwa saat ini instrumen hukum di tiap-tiap negara mencantumkan kebebasan memilih hukum atau ex aequo et bono.

Baca Juga:

“Jadi misal ditanya, anda pilih hukum Indonesia atau hukum Inggris, tapi tidak memilih keduanya dan lebih memilih ex aequo et bono saja, jadi hanya substitusi saja. Nah, saya melihat itu tidak benar. Karena kalau dilihatkan yang satu itu ide tentang hukum dan satu lagi ide tentang keadilan, itu tidak bisa dimasukkan ke dalam choice of law. Sehingga saya bongkar itu dan saya buat suatu konsep baru mana yang cocok,’’ ujar Eko kepada Hukumonline.

Di dalam dunia hukum, lanjut Eko, ketika seseorang memilih hukum maka diartikan sebagai positivistic. Namun jika memilih ex aequo et bono maka hukum bisa dikoreksi. Ketika paradigmanya seperti itu, kata Eko, dalam memilih hukum ex aequo et bono bukan choice of law tetapi memilih paradigma.

“Dan ini lebih tinggi abstraksinya, choice of law-nya di bawah choice of paradigm. Jadi ide dasar disertasi saya seperti itu,’’ jelasnya.

Tidak mudah bagi Eko untuk mempertahankan ide di saat muncul pertanyaan soal kajian disertasinya yang dibahas secara filosofis, bukan hukum yakni mengenai kebebasan memilih hukum atau ex aequo et bono yang menuju pada sebuah gagasan mengenai choice of paradigm.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait