Guna memperoleh gelar Sarjana Hukum, mahasiswa terlebih dahulu harus menuntaskan tugas akhir. Biasanya tugas akhir ini dapat berupa skripsi, memorandum hukum, atau studi kasus hukum. Salah satu bidang yang menarik untuk dikaji mahasiswa hukum dalam tugas akhir ialah hukum perbankan.
“Berkaitan dengan hukum perbankan, sumbernya kan bisa dari UU atau misal dari sumber lain. Kalau dari UU itu kita sudah ada UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diperbaharui UU No. 10 Tahun 1998,” ujar Ketua Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) Dr. Asep Suryadi saat dihubungi Hukumonline, Rabu (10/5/2023).
Baca Juga:
- Manfaat Mengikuti Ajang Kompetisi Bagi Mahasiswa Hukum
- Mau Jadi Sarjana Hukum, Kenali 2 Pilihan Tugas Akhir Selain Skripsi
- Tips Menulis Skripsi dengan Metode Riset Sosio-Legal
Ia menyebut masih adanya sejumlah aturan dalam bentuk selain Undang-Undang yang juga mengatur terkait perbankan. Salah satunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.32/POJK.03/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penyediaan Dana Besar Bagi Bank Umum, dan masih terdapat banyak aturan lainnya.
“Kalau lihat aturannya saya kira sudah cukup ya. Tinggal bagaimana aplikasinya dari aturan-aturan tersebut? Termasuk juga terkait transaksi elektronik dan sebagainya itu juga berkaitan dengan perbankan,” kata dia.
Dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, era digital tidak terelakkan juga memberi dampak terhadap dunia perbankan. Disampaikan Asep, bila dahulu transaksi seperti pembayaran dilakukan melalui bank, tidak lagi dengan sekarang yang bisa dengan mudah dilakukan melalui mobile banking. D satu sisi akan mempermudah transaksi, tetapi hal ini juga berimbas pada hukum perbankan.
Sehubungan dengan itu, terdapat sejumlah isu menarik yang menurutnya dapat disoroti mahasiswa hukum dalam penelitian tugas akhirnya. Seperti terkait penipuan yang dialami banyak nasabah bank, kasus peretasan terhadap rekening nasabah perbankan, ataupun mengenai hak kekayaan intelektual sebagai objek jaminan kredit.