Respons MA Terkait Rencana Moratorium PKPU dan Kepailitan
Terbaru

Respons MA Terkait Rencana Moratorium PKPU dan Kepailitan

MA memandang bila produk hukumnya berupa perppu sudah tepat. Sebab kebijakan moratorium seperti ini di beberapa negara biasa dilakukan.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

“Kalau perppu ya kita tunggu saja. Bila produk hukumnya berupa perppu sudah tepat. Sebab, kebijakan moratorium seperti ini di beberapa negara biasa dilakukan,” kata Andi Samsan Nganro saat dihubungi, Rabu (1/9/2021).  

Seperti diketahui, munculnya rencana moratorium PKPU dan pailit di pengadilan niaga seluruh Indonesia ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan praktisi dan akademisi. Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jimmy Simanjuntak, berpandangan jika presiden ingin menerbitkan Perppu untuk melakukan moratorium terhadap permohonan PKPU dan Pailit, Indonesia sudah mengambil langkah mundur terkait kepastian berusaha di Indonesia. 

Menurutnya, rencana moratorium ini dipandang sebagai jalan pintas yang tidak menyasar inti permasalahannya. Padahal dalam praktik, UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU berperan besar dalam menyelamatkan dunia usaha dari ambang pailit. Dia mengakui pada beberapa sisi UU Kepailitan memang memiliki kelemahan, tapi moratorium bukanlah sebuah jalan keluar yang tepat.

Jimmy meminta Presiden Jokowi untuk melihat UU Kepailitan dari berbagai aspek/sisi. Sebab, UU Kepailitan adalah UU khusus yang tidak bisa dilihat dari satu pihak karena banyak pihak yang terlibat dalam UU Kepailitan. “Dengan adanya PKPU berapa banyak perkara yang berujung damai, berapa banyak utang yang berhasil di restrukturisasi, berapa banyak usaha yang akhirnya membaik. Jangan memberikan respons berlebihan padahal bukan di sana masalahnya,” kata Jimmy kepada Hukumonline, Rabu (25/8/2021) lalu.

Sebaliknya, Ketua Umum Restructuring and Insolvency Chamber Indonesia(RICI), Alfin Sulaiman mendukung rencana moratorium PKPU dan pailit yang memang bukan hal baru. Meski mendukung, Alfin menyebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum moratorium dilaksanakan. Pertama, moratorium harus memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder dalam dunia usaha. Tak hanya pengusaha (debitur), tapi ada perbankan (kreditur), kreditur (perorangan, red), profesi penunjang termasuk lawyer, kurator, dan pengurus.

Kedua, moratorium PKPU dan pailit harus menjadi momentum semua pihak untuk membuka mata dan menyadari pentingnya merevisi UU Kepailitan dan Hukum Acara Perdata. Menurutnya, UU Kepailitan dan Hukum Acara Perdata memiliki banyak kelemahan dalam sistem hukum PKPU dan pailit. UU Kepailitan dan Hukum Acara Perdata dinilai tak relevan dengan situasi pandemi Covid-19.

Ketiga, moratorium PKPU tidak menutup upaya kreditur melakukan penagihan atau upaya hukum lain. Banyak cara yang bisa dilakukan kreditur termasuk melakukan gugatan secara perdata atau restrukturisasi utang secara privat. Menurutnya, moratorium perlu dilakukan untuk memastikan pelaku usaha tidak mengalami pailit sebagai salah satu risiko gagalnya upaya PKPU.     

Alfin menyayangkan proses pembahasan revisi UU Kepailitan yang jalan di tempat dan mandeg selama bertahun-tahun. Karena itu, dia pun mendukung upaya moratorium yang mungkin dilakukan lewat perppu mengingat situasi genting untuk dunia usaha. Namun, tetap harus dipastikan proses pembahasannya melibatkan pemangku kepentingan, seperti perwakilan masyarakat, pelaku usaha, organisasi kurator dan pengurus, praktisi, akademisi, dan profesi penunjang lainnya termasuk konsultan pajak.

“Sangat dimungkinkan beberapa pasal yang bermasalah di UU Kepailitan masuk dalam perppu, tapi perppu ini keadaan kondisional. Tapi konteks moratorium ini untuk meng-goal-kan perbaikan sistem UU Kepalitan dan Hukum Acara Perdata. Kalau kita melihat apakah saat ini genting, ya karena sangat terdampak. Kondisi pandemi hampir menyerang seluruh sektor. Alasan diterbitkan perppu apakah ada keadaan memaksa, unsur keadaan sah-sah aja, tapi saya yakin pemerintah punya tim hukum yang kuat untuk mengkaji itu, apakah perppu itu sah atau tidak,” katanya.

Tags:

Berita Terkait