RUU KSDAHE Perlu Memuat Paradigma Baru Menjawab Tantangan Konservasi
Terbaru

RUU KSDAHE Perlu Memuat Paradigma Baru Menjawab Tantangan Konservasi

Paradigma konservasi berbasis hak dalam tata kelola konservasi di Indonesia diperlukan untuk menjawab kompleksitas konflik urusan konservasi yang selama ini terjadi.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pembahasan Revisi terhadap UU  No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) masih berproses di Komisi IV DPR bersama pemerintah dan Komite II DPD. Beleid yang berusia lebih dari 3 dekade itu dinilai tak sesuai lagi dengan perkembangan zaman sehingga butuh perubahan. Kalangan masyarakat sipil mendesak pembahasan itu sebagai titik pijak perubahan transformatif dalam penyelenggaraan dan paradigma konservasi yang inklusif.

Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra Prayoga, mengatakan perubahan transformatif dan pendekatan inklusif sangat penting. Sebab UU 5/1990 yang dibuat 33 tahun silam itu tak lagi relevan dengan berbagai tantanggan konservasi sumber daya alam dan hayati di Indonesia baik sekarang dan masa depan.

Tercatat kerusakaan sumber daya alam dan ekosistemnya termasuk mangrove, karst, gambut, dan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil nilainya mencapai 10,12 juta hektar dalam bentuk deforestasi hutan alam. “UU 5/1990 belum cukup mendukung pelibatan dan perlindungan masyarakat dalam konservasi sumber daya alam yang sangat dibutuhkan,” ujar Anggi dikonfirmasi, Senin (9/10/2023).

Anggi menekankan mandat konservasi sebagaimana tercantum dalam UU 5/1990 masih konvensional karena memaknai upaya konservasi dengan pembagian kawasan, bukan berdasarkan fungsinya. Dia menilai kerusakan sumber daya alam yang terjadi di luar kawasan konservasi mencapai 90 persen dan sayangnya itu selalu dinilai wajar untuk dirusak.

Baca juga:

Padahal, ada 76 juta hektar area penting untuk dikonservasi yang sekarang lokasinya berada di luar status kawasan konservasi misalnya ekosistem esensial. Area penting untuk dikonservasi itu menurut Anggi termasuk ekosistem mangrove, gambut, karst, areal bernilai konservasi tinggi, koridor satwa, dan taman keanekaragaman hayati. Pendekatan UU 5/1990 dinilai keliru, karena masih menyamakan pengelolaan pulau-pulau kecil dengan pulau besar dan pulau utamanya sehingga menimbulkan bias.

Juru Kampanye Working Group ICCAs Indonesia (WGII), Asti Noor menambahkan, paradigma konservasi berbasis hak dalam tata kelola konservasi di Indonesia diperlukan untuk menjawab kompleksitas konflik urusan konservasi yang selama ini terjadi. RUU KSDAHE seharusnya dapat mencerminkan dimensi yang holistik dan interdisipliner, terutama aspek perlindungan, pengakuan hak dan partisipasi masyarakat adat dan komunitas lokal, yang sampai hari ini belum terlihat nyata dalam Draft RUU KSDAHE. Bahkan beberapa aspek terkait ini telah dihapus dalam  Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KSDAHE versi juli 2023.

Tags:

Berita Terkait