Bahasa hukum adalah perangkat kerja dasar para praktisi hukum. Bahasa hukum merupakan topik interdisiplin antara ilmu hukum dan ilmu linguistik (bahasa) yang berfungsi untuk menyampaikan pesan yang berkaitan dengan isi hukum serta segala fakta relevan berkaitan dengan penerapan hukum.
Meski Indonesia adalah negara hukum, namun tidak semua masyarakat Indonesia memahami bahasa hukum dan tidak sedikit yang mengatakan bahasa hukum terlalu sulit dimengerti. Padahal, produk hukum seperti undang-undang berlaku dan mengikat bagi seluruh masyarakat termasuk mereka yang tidak mengerti bahasa hukum.
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Saldi Isra, mengatakan saat ini salah satu permasalahan mahasiswa hukum dan seseorang yang lulusan ilmu hukum adalah berbicara dan menulis dengan kalimat yang hanya dipahami oleh sesama orang hukum yang tidak dimengerti oleh orang non hukum.
Baca juga:
- Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih Mengaku Malu kepada Majelis Kehormatan MK
- Dissenting Opinion ‘Penuh Emosi’, Saldi Isra dan Arief Hidayat Tak Langgar Kode Etik
- Cara Mengembalikan Martabat MK Setelah Putusan MKMK
“Saat ini tugas dan tantangan terberat sarjana hukum itu adalah bagaimana mentransformasikan bahasa lisan menjadi bahasa tulisan yang mudah dipahami oleh orang bukan dari bidang hukum. Saat ini stigma orang kepada sarjana hukum itu adalah sarjana yang menghafal undang-undang dan ketika berbicara atau menulis ya seperti mengucapkan rumusan pasal, sehingga orang sulit mengerti apa yang dia tuliskan,” ujarnya dalam peluncuran buku MK RI, Rabu (22/11) di Perpustakaan Nasional Indonesia.
Ia melanjutkan, dalam mentransformasikan bahasa yang sulit dipahami oleh orang yang tidak berlatar belakang hukum adalah tantangan tersendiri bagi penulis yang berlatar belakang hukum. Ia pun tidak menampik bahwa banyak orang yang kesulitan ketika membaca buku-buku hukum.
“Rata-rata buku hukum itu pusing untuk dibaca padahal kita membaca untuk bisa mengerti. Hal ini karena tidak ada upaya membuat pembaca lebih mudah untuk mengerti apa yang ditulis,” kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas ini.