Secarik Catatan untuk Undang-Undang Kesehatan
Kolom

Secarik Catatan untuk Undang-Undang Kesehatan

Pemerintah harus arif dan bijaksana dalam menerima masukan terkait dengan implementasi UU Kesehatan. Implementasi UU Kesehatan harus terus dikawal.

Bacaan 6 Menit

UU Kesehatan mengatur mengenai tanggung jawab Pemerintah dalam bidang kesehatan yang meliputi: (1) merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, merata, dan terjangkau oleh masyarakat; (2) meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan; (3) menyelenggarakan kegiatan kewaspadaan wabah, penanggulangan wabah, dan pasca-wabah; (4) ketersediaan lingkungan dan tatanan yang sehat bagi masyarakat; (5) ketersediaan Sumber Daya Kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat; (6) ketersediaan dan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan serta informasi dan edukasi kesehatan; (7) pengaturan, perencanaan, pengadaan, dan pendayagunaan, pembinaan dan pengawasan Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan; (8) peningkatan mutu, pelindungan, dan kesejahteraan Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan; (9) pelindungan kepada pasien; (10) memberdayakan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan.

Secara lebih khusus, tanggung jawab Pemerintah dalam pelayanan kesehatan meliputi: (1) penyediaan akses pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan lanjutan dengan mengoptimalkan peran Pemerintah Daerah, melalui: (a) pembangunan sarana dan prasarana Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL), (b) pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM), sediaan farmasi, dan alat kesehatan, (c) peningkatan kemampuan dan cakupan layanan fasilitas pelayanan kesehatan; (2) penyediaan akses tersebut mencakup masyarakat rentan dan bersifat inklusif nondiskriminatif; (3) pembangunan FKTP dan FKTL harus mempertimbangkan kebutuhan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan, termasuk untuk kebutuhan wahana pendidikan.

Aspek Kebaruan UU Kesehatan

Beberapa pengaturan yang membedakan antara UU Kesehatan dengan Undang-Undang sebelumnya (khususnya undang-undang yang telah dicabut dengan UU Kesehatan ini) antara lain: (1) Fasilitas pelayanan kesehatan dapat memberikan layanan Telekesehatan dan Telemedisin. Pelayanan Telemedisin meliputi: antar fasilitas pelayanan kesehatan dan antara fasilitas pelayanan kesehatan dengan masyarakat; (2) Mempertegas kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan terkait dengan konsisi gawat darurat. Dalam kondisi gawat darurat, fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pasien, meminta uang muka, dan mendahulukan segala urusan administratif sehingga menyebabkan tertundanya pelayanan kesehatan; (3) Pimpinan rumah sakit dapat merupakan: Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, atau tenaga profesional yang memiliki kompetensi dan manajemen rumah sakit; (4) Rumah sakit wajib menerapkan sistem informasi rumah sakit yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKN); (5) Rumah sakit pendidikan dapat menyelenggarakan program spesialis/subspesialis sebagai penyelenggara utama pendidikan (college based), dengan ketentuan: berdasarkan izin Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan hanya untuk pendidikan program spesialis serta subspesialis; (6) Sumber Daya Manusia Kesehatan dibedakan dalam tiga bagian yang meliputi: Tenaga Medis (terdiri atas dokter dan dokter gigi), Tenaga Kesehatan (terdiri atas 11 kelompok Tenaga Kesehatan); Tenaga pendukung atau penunjang kesehatan (tanaga yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan atau institusi lain di bidang kesehatan); (7) Surat Tanda Registrasi (STR) diterbitkan oleh Konsil atas nama Menteri Kesehatan dan berlaku seumur hidup; (8) Surat Izin Praktik (SIP) diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Menteri Kesehatan dalam kondisi tertentu dan tidak memerlukan rekomendasi dari organisasi profesi; (9) Pendayagunaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia (WNI) serta Warga Negara Asing (WNA) lulusan luar negeri dapat dilakukan melalui penilaian portofolio bagi yang telah berpraktik minimal dua tahun (untuk WNI) dan lima tahun (untuk WNA) atau merupakan ahli dalam bidang unggulan tertentu dalam pelayanan kesehatan; (10) Penegakan Disiplin Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dilakukan oleh Majelis yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan. Majelis ini dapat bersifat permanen atau ad hoc dan putusannya dapat diajukan peninjauan kembali kepada Menteri Kesehatan; (11) Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang diduga melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dapat dikenai sanksi pidana, terlebih dahulu harus dimintakan rekomendasi dari Majelis; (12) Alokasi Anggaran Kesehatan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dituangkan dalam Rencana Induk Bidang Kesehatan dengan Penganggaran Berbasis Kinerja.

Tiga Rekomendasi

Ada tiga rekomendasi yang Penulis ajukan untuk UU Kesehatan. Pertama, penting diingat pendapat Gustav Radbruch (21 November 1878-23 November 1949), seorang ahli hukum dan filsuf Jerman yang juga pernah menjabat Menteri Kehakiman Jerman. Ia menyatakan bahwa hukum mempunyai tiga nilai, yaitu keadilan, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum. Dalam implementasinya, UU Kesehatan masih harus terus dikawal agar dapat mewujudkan nilai hukum tersebut. Kedua, Pemerintah harus arif dan bijaksana dalam menerima masukan terkait dengan implementasi UU Kesehatan.

Terakhir, menurut pendapat Penulis, sepanjang proses hukum masih diserahkan kepada Peradilan Umum, rasanya sulit untuk mewujudkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum khususnya bagi tenaga medis. Seharusnya, perlu dibentuk “Badan Peradilan Khusus" (misalnya, "Pengadilan Profesi Medis") dengan Sumber Daya Manusia dan regulasi yang mampu memilah, memahami serta menganalisis aspek hukum bagi profesi medis, agar tidak tumpang tindih dengan aspek disiplin maupun aspek etika. Pembentukan "Badan Peradilan Khusus" ini wajib mendasarkan pada Undang-Undang. Hakim-hakimnya dapat berasal dari unsur-unsur yang berlatar belakang hukum dan non hukum.

*)Wahyu Andrianto, Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Univeristas Indonesia dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait