Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP merupakan upaya rekodifikasi terbuka terhadap seluruh ketentuan pidana dan menjawab perkembangan yang ada di masyarakat saat ini. Hadirnya KUHP baru dinilai sangat penting karena KUHP lama yang merupakan warisan kolonial sudah tidak relevan lagi di masa sekarang.
Pemerintah telah resmi mengundangkan KUHP baru yang kini tercatat sebagai UU No.1 Tahun 2023 pada Januari yang lalu. KUHP baru tersebut terdiri dari 37 bab, 624 Pasal, dan 345 halaman yang terbagi atas bagian pasal dan penjelas.
Pembahasan KUHP ini telah dilakukan sejak tahun 1963, hal ini menunjukkan pembahasan KUHP baru tidaklah mudah. Meski KUHP baru menggantikan KUHP warisan kolonial Belanda, bukan berarti keseluruhan isinya baru.
Baca Juga:
- Kupas-Tuntas Ketentuan Pidana Korporasi dalam KUHP Baru
- Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat Tolak KUHP Baru
- Dewan Pers: KUHP Baru Berpotensi Ancam Kemerdekaan Pers dan Demokrasi
“Banyak aturan-aturan dan perkembangan hukum yang tidak bisa dicover oleh UU buatan masa kolonial. Sehingga kita harus membuat UU KUHP baru yang dirancang oleh bangsa kita sendiri dengan landasan dan budaya bangsa Indonesia,” ujar Lies Sulistiani selaku Kepala Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dalam acara Instagram Live Hukumonline, Jumat (23/2).
Masih ada waktu tiga tahun masa transisi untuk sosialisasi KUHP terbaru ini. Kementerian Hukum dan HAM mengaku telah membentuk tim dan memiliki berbagai langkah untuk dapat mensosialisasikan KUHP kepada seluruh lapisan masyarakat.
Dilihat dari urgensi yang ada, KUHP baru merupakan sebuah capaian yang harus didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia karena KUHP baru merupakan produk negara yang sesuai dengan nilai dan sebagai bentuk eksistensi negara yang berdaulat yang dilihat dari hukum pidananya.