Simak Ulasan Pakar Soal Ijab Kabul Secara Online
Utama

Simak Ulasan Pakar Soal Ijab Kabul Secara Online

Ijab kabul tetap sah selama syarat dan rukun terpenuhi.

CR-25/M-27
Bacaan 2 Menit
Briptu Nova Chairul Jannah, polisi wanita terlihat terharu menyaksikan proses ijab kabul pernikahannya lewat video call. Foto: youtube
Briptu Nova Chairul Jannah, polisi wanita terlihat terharu menyaksikan proses ijab kabul pernikahannya lewat video call. Foto: youtube

Ijab kabul sebagai sebuah prosesi sakral dalam memulai ikatan perkawinan, kini tak lagi berbatas ruang dalam keadaan tertentu. Betapa tidak, pesatnya arus teknologi dan komunikasi seperti layanan telepon dan videocall semakin membuka ruang bagi berlangsungnya akad nikah pasangan yang sedang tidak berada dalam satu lokasi yang sama.

 

Jika diulas secara hukum, Kompilasi Hukum Islam (KHI) memang tidak mengatur secara khusus soal keabsahan ijab kabul secara online, bahkan MUI pun belum mengeluarkan fatwa yang mengatur soal hukum ijab kabul online tersebut.Sehingga dalam praktiknya, memang dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan hadirnya salah satu pihak mempelai maka dilakukan melalui video call.

 

Briptu Nova Chairul Jannah yang baru-baru ini santer diperbincangkan publik misalnya, harus rela mengikatkan tali suci perkawinan melalui saluran video call lantaran harus menyelesaikan proses seleksi menjadi Polisi PBB. Jika dalam kasus Briptu Nova yang tidak hadir adalah mempelai wanita, lantas bagaimana jika yang tidak hadir adalah mempelai pria atau wali dari mempelai wanita?

 

Ahli Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mesraini menyatakan bahwa memang pelaksanaan ijab qabul itu harus ittihaadul majlis (dalam satu majelis) dan tidak ada perbedaan pandangan soal itu. Persoalan pemaknaan atas ittihaadul majelis-lah yang justru berbeda-beda, ada ulama yang memaknai harus dalam satu waktu dan satu tempat, tapi ada juga yang berpandangan harus satu waktu namun boleh berbeda tempat.

 

Hanya saja, kata Mesraini, KHI hanya mengatur unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam akad nikah namun belum mengatur secara spesifik soal harus tidaknya para pihak hadir dalam pelaksanaan akad. Sehingga berdasarkan hukum negara, penentu sah atau tidaknya ijab kabul adalah terpenuhinya rukun ditambah dengan pencatatan perkawinan, tidak masalah jika harus berbeda lokasi.

 

“Ketika orang yang melakukan pernikahan sudah melaporkan ke negara dan pegawai pencatat nikah sudah mengawasi berlangsungnya akad ijab kabul tadi, sebenarnya ya sudah sah,” tukas Mesraini kepada hukumonline Kamis, (4/5).

 

Yang menjadi sorotan Mesraini, kita tidak bisa memukul rata apakah pegawai pencatat nikah tersebut sudah mengawasi secara seksama prosesi akad nikah online tersebut ataukah belum. (Baca Juga: Seputar Ijab Kabul dan Perceraian Jarak Jauh)

 

Dosen IAIN Sunan Ampel, Abdussalam Nawawi berpendapat bahwa jika salah satu pihak tidak hadir dalam prosesi akad, namun keduanya dihubungkan melalui bantuan teknologi dengan sangat meyakinkan sekalipun lokasinya berbeda, maka dapat dihukumi sebagai satu majelis. Karena perkembangan dunia saat ini, kata Abdussalam, tidak bisa lagi membatasi ijab kabul harus dalam satu ruang dan waktu.

 

“Kembali lagi pada inti ijab kabul adalah akad atau perjanjian, selama rukun dan syarat terpenuhi ijab kabul menjadi sah,” jelas Abdussalam kepada hukumonline.

 

Senada dengan Abdussalam, Dosen Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamarusdiana menegaskan bahwa konsep ijab qabul sebenarnya tidak harus satu majelis atau satu tempat, namun harus dalam satu waktu dan tidak ada jeda saat pengucapan ijab kabul antara calon mempelai pria dengan wali dari calon mempelai wanita sebagaimana diatur dalam pasal 27 KHI. (Baca Juga: Perjanjian Pra Nikah: Solusi Untuk Semua?)

 

Kendati demikian, kata Kamarusdiana, menurut Imam Syafi’i Wali dari calon mempelai wanita dengan calon mempelai pria tetap harus berada dalam satu tempat agar ijab qabul benar-benar sejalan dan bersambung. Dalam kasus Briptu Nova, menurut Kama sah-sah saja mengingat wali mempelai wanita yang mengucapkan ijab dan mempelai pria yang menerima kabul hadir dalam prosesi akad nikah tersebut.

 

Dalam kondisi yang berbeda, lanjut Kama, ketika calon mempelai pria pada saat yang telah ditentukan harus ditugaskan ditempat lain misalnya, maka konsep yang berlaku ialah konsep dimana hajat tersebut ditempatkan pada posisi ‘darurat’.

 

“Sehingga sah-sah saja melakukan ijab kabul melalui telepon, video call, teleconference dan lainnya asalkan tidak ada unsur-unsur penipuan,” jelas Kamarusdiana kepada hukumonline, Senin, (30/4).

 

Lebih lanjut dijelaskan Kamarusdiana, Dalam hukum itu memang ada konsep yang ideal, yakni konsep yang sesuai dengan rukun nikah, seperti adanya calon mempelai pria, calon mempelai wanita, ada saksi, ada wali dan ijab kabul. Di samping itu ada juga suatu konsep yang harus dilaksanakan karena tidak tercapainya konsep yang ideal, seperti dalam keadaan darurat tidak memungkinkan hadirnya mempelai pria atau wanita.

 

Kamarusdiana juga mewaspadai jangan sampai ijab kabul online dalam kasus Briptu Nova tersebut digeneralisir atau diikuti oleh masyarakat tanpa melihat unsur ‘kedaruratannya’. Menurut Kama, jika penerapan ijab kabul dapat dilakukan secara umum, maka harus dilakukan menurut konsep hukum ideal yang menghendaki kehadiran para pihak, terkecuali memang terdapat unsur-unsur darurat.

 

Ditambahkan oleh Mesraini, sekalipun mempelai perempuan tidak harus hadir dalam prosesi akad, namun ia tetap harus mempersiapkan segala berkas untuk diteliti oleh pegawai pencatat nikah, apakah pengantin tersebut memenuhi syarat atau tidak. Di samping itu, Mesraini juga berharap agar ulama dapat mendiskusikan persoalan ini dan dapat dituangkan dalam bentuk Fatwa MUI.

 

“Karena kalau kita menggampangkan akad nikah ini, kesannya kita meremehkan sesuatu yang sakral yang bukan tidak mungkin memunculkan persoalan di kemudian hari,” pungkas Mesraini.

 

Tags:

Berita Terkait