Similia Similibus Solvuntur dalam Hukum

Similia Similibus Solvuntur dalam Hukum

Asas ini berkaitan dengan penalaran hukum. Berguna menjaga konsistensi hakim dalam memutus perkara yang relatif sama.
Similia Similibus Solvuntur dalam Hukum
Ilustrasi: Shutterstock

Apa sebenarnya tugas hakim ketika dihadapkan pada suatu perkara yang harus diputusnya? Apa yang menjadi sandaran hakim ketika memeriksa perkara tersebut? Mereka yang menggeluti dunia hakim, hampir pasti mengikuti perkembangan diskursus tentang tugas hakim. Di Indonesia, cara yang terbilang sederhana adalah melihat Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian; pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membeda-bedakan orang. Pasal 5 ayat (1) menyebutkan hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Dalam perkembangannya, tugas hakim menemukan hukum secara bebas tidak muncul begitu saja. Para penstudi hukum mungkin masih ingat pandangan klasik yang membedakan tugas pembentuk undang-undang dengan tugas hakim. Pembentuk undang-undang mencipta undang-undang, dan hakim melaksanakannya. Hakim sekadar corong undang-undang. Ingatlah kalimat Montesquieu yang dikutip penstudi hukum: les juges de la nation ne sont que la bouche qui prononce les paroles de la loi; des etres inanimes qui n’en peuvent moderer ni la force ni la rigueur. Hakim-hakim adalah corongnya undang-undang, seperti makhluk mati yang tak bisa memoderasi kekuatan dan kekakuan mereka.

Tapi itu dulu. Ajaran hakim sekadar la bouche de la loi sudah lama ditinggalkan. Norma dan ajaran terbaru tak hanya mengarahkan hakim untuk melihat apa yang tertulis dalam undang-undang, tetapi juga hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim membuat penalaran hukum, membuat penafsiran-penafsiran atas sesuatu yang tidak jelas, dan sangat mungkin menciptakan hukum baru. Penalaran hukum (legal reasoning) dimaknai sebagai pencarian ‘reason’ tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana seorang hakim memutuskan perkara/kasus hukum, seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum (Aris Prio Agus Santoso dkk, 2022: 131).

Shidarta (2013: 346) mendefinisikan penalaran hukum secara sederhana sebagai kegiatan berpikir problematis tersistematisasi (gesystematiseerd probleemdenken) dari subjek hukum (manusia) sebagai makhluk individu dan sosial di dalam lingkungan kebudayaannya. Jadi, penalaran hukum adalah penalaran berbasis masalah, yaitu masalah yang berasal dari peristiwa konkret yang timbul dalam interaksi sosial.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional