Strategi Agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Masuk Pembahasan
Terbaru

Strategi Agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Masuk Pembahasan

Ada 3 strategi yang bisa ditempuh agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana segera masuk pembahasan dalam prolegnas tahunan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Narasumber webinar bertajuk 'Membedah Krusialnya Pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana'. Foto: RFQ
Narasumber webinar bertajuk 'Membedah Krusialnya Pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana'. Foto: RFQ

Upaya mendorong percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Tindak Pidana terus dilakukan berbagai pihak. Termasuk dari kalangan perguruan tinggi. Sebab, urgensi percepatan pembahasan RUU tersebut menjadi penting mengingat banyaknya kendala dalam melakukan asset recovery hasil tindak pidana yang tersimpan di luar negeri.

“Bicara urgensi RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sejatinya menjadi satu tarikan nafas dalam pemberantasan korupsi,” ujar Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ahmad Tholabi Karlie saat membuka acara webinar bertajuk “Membedah Krusialnya Pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana”belum lama ini.

Dia menilai penerapan perampasan aset hasil tindak pidana belum terkonsolidasi dengan baik terutama norma atau peraturan perundang-undangan yang ada. Dia melihat naskah akademik RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tersebut mengadopsi konsep perampasan aset tanpa pemidanaan. Tujuannya agar dapat mengembalikan aset hasil pidana akibat terlebih dahulu tanpa melulu harus menjatuhkan pidana terhadap pelakunya.

“Penting juga bagaimana merampas asset atau keuntungan-keuntungan yang diperoleh secara ilegal dari pelaku tindak pidana. Cara pandang tersebut perlu dilakukan,” kata dia.  

Baginya, momentum pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana hanya dapat dilakukan pada 2022 atau awal 2023 mendatang. Sebab, pada 2023 sudah masuk tahun politik, sehingga tak memiliki waktu yang kondusif. “Sulit kalau sudah masuk tahun politik. Perlu strategi pembahasan dan pengesahan RUU,” ujarnya. (Baca Juga: Berharap RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Masuk Prolegnas Prioritas)

Menurutnya, terdapat tiga langkah yang dapat dilakukan untuk mendorong RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Pertama, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi isu bersama dengan menarasikan pentingnya RUU tersebut terhadap publik. Kedua, intensif melakukan komunikasi ke fraksi-fraksi partai di DPR serta para pimpinan partai politik. “Isu perampasan aset hasil tindak pidana harus disandingkan dengan komitmen partai politik dalam pemberantasan tindak pidana.”

Menurutnya, bila partai politik memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi bisa mendukung keberadaan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana untuk masuk Prolegnas Prioritas tahunan. Ketiga, Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dapat berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan. Seperti instansi terkait, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat sipil, Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), serta perguruan tinggi yang lebih pada kajian akademis.

Tholabi optimis bila semua pemangku kepentingan kompak berkomitmen mendorong RUU Perampasan Aset Tindak Pidana bisa masuk prolegnas prioritas dan disahkan pada 2022. “Civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah bakal mendorong dan melakukan pendekatan akademik agar RUU ini masuk prolegnas prioritas.”

Direktur Hukum PPATK, Fitrialdi Muslim mengamini pandangan Tholabi. Menurutnya, perlu strategi untuk mendorong RUU Perampasan Aset Tindak Pidana masuk prolegnas. Apalagi, naskah akademik RUU-nya telah rampung sejak 12 tahun lalu, tapi tidak ada tindak lanjutnya. Menurutnya, implementasi UU No.8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPP) diperlukan regulasi yang fokus pada pengembalian aset hasil tindak pidana. “Tapi, regulasi kita lebih pada pengejaran pelakunya dan asetnya dirampas,” ujarnya.

Menurutnya, masih ada pendekatan yang dapat diterapkan negara untuk merampas aset yang digondol pelaku tindak pidana. Dia menilai mekanisme yang lebih fair dilakukan melalui proses di sidang pengadilan. Misalnya, bila mengklaim memiliki aset yang ditengarai hasil tindak pidana, pelaku harus membuktikan asal usul aset tersebut di persidangan.

“Nasib pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana memang belum jelas. Kendatipun telah masuk dalam daftar long list Prolegnas di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo yang masuk Prolegnas 2020-2024, tapi belum dibahas-bahas. Makanya kita perlu kampanyekan terus-menerus dan dari perguruan tinggi perlu mendorong dan penetapan RUU ini,” harapnya.

Sementara Direktur Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mungki Hadipraktito menambahkan, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana merupakan rancangan regulasi yang lama diajukan ke presiden. Untuk itu, perjuangan mendorong agar DPR dan Pemerintah membahas dan mengesahkan menjadi UU menjadi jalan yang harus ditempuh. “Ini harus terus diperjuangkan agar disahkan menjadi UU,” katanya.

Tags:

Berita Terkait