Sejauh ini sudah 93 orang yang dimintai keterangan sebagai saksi. Sebenarnya, berbagai kejanggalan sudah menjadi bukti awal yang memadai bagi aparat penyidik untuk melakukan tindak lanjut pengusutan kematian Munir. Sebut misalnya, penjelasan Kapolri kepada Komisi III DPR pada saat Rapat Kerja, 14 Februari lalu. Berdasarkan laporan itu terungkap adanya kejanggalan atas peran pilot Garuda Polly Carpus yang ikut dalam pesawat GA 974 itu.
Saat itu, Polly bertugas sebagai airland security. Nyatanya, sesuai hasil BAP terhadap seorang petinggi Garuda, Polly kurang menguasai bidang tersebut dan tidak mempunyai sertifikat dari Garuda Aviation Training and Education. Padahal yang disebut terakhir merupakan syarat untuk bisa menjadi airland security.
MLA
Pengungkapan tragedi kematian Munir tampaknya bukan hanya menghadapi problem serius di dalam negeri, tetapi juga ada hambatan dari luar negeri. Sebagaimana diakui Kapolri Da'i Bachtiar, tim penyidik masih belum berhasil mendapatkan sisa organ almarhum Munir yang masih tersimpan di Netherland Forensic Institute (NFI).
Padahal untuk kepentingan itu, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh sudah mengirimkan permintaan (request letter) kepada jaksa penuntut umum (public prosecutor) Belanda. Toh, sampai sekarang permintaan itu belum dikabulkan. Menurut Kapolri, pihak Belanda masih menghendaki adanya mutual legal assistance (MLA) antara Indonesia dan Belanda.
Menanggapi hal itu, baik Suciwati maupun Partogi, sepakat bahwa yang menjadi ganjalan adalah keinginan politik Pemerintah. Jika Pemerintah memang memiliki keinginan besar. Kalau ada keinginan politik, seharusnya Pemerintah sudah mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk perangkat MLB, ujar Edwin Partogi.