Tangani Perkara Firma Hukum Lain, Pengacara Dianggap Mengundurkan Diri
Utama

Tangani Perkara Firma Hukum Lain, Pengacara Dianggap Mengundurkan Diri

Hakim menilai pengacara yang bekerja pada suatu kantor advokat dan menangani perkara di kantor advokat lain dikategorikan mengundurkan diri.

ADY THEA
Bacaan 2 Menit
PHI Jakarta. Foto : SGP
PHI Jakarta. Foto : SGP
Jika Anda seorang advokat yang bekerja pada firma hukum tertentu, berhati-hatilah menerima kuasa atau membantu klien kantor firma hukum lain. Sebab, tindakan itu bisa dianggap sebagai bentuk pengunduran diri secara sukarela dari firma hukum asal tempat Anda bekerja.

Setidaknya, begitulah yang bisa ditarik dari putusan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada PN Jakarta Pusat. Pada Kamis (17/9) kemarin, PHI Jakarta memutuskan bahwa Leonidas dianggap mengundurkan diri dari Lontoh and Partners. Penyebabnya, ia mendapat kuasa dan mewakili klien dari firma hukum lain di pengadilan.

Leonidas telah menggugat kantor pengacara Lontoh & Partners sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Majelis hakim PHI yang terdiri dari Budhy Hertantyo, Supono, dan Ida Ayu Mustikawati menyebutkan dalam putusan bahwa hubungan kerja antara penggugat dan tergugat bersifat tetap sejak 7 Maret 2011. Dalam hubungan kerja itu Leonidas bekerja sebagai middle associate dan menerima upah terakhir empat juta rupiah per bulan.

Dalam perkara No. 140/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Jkt.Pst itu majelis menyebutkan perselisihan kedua belah pihak bermula dari PHK yang dilakukan tergugat terhadap penggugat. Akibat PHK itu, penggugat menuntut pesangon dan hak-hak lainnya. Tergugat berdalih PHK dilakukan karena penggugat dalam melaksanakan tugasnya telah melakukan pelanggaran berat yakni bertindak di luar kuasa atau kewenangan yang diberikan prinsipal (klien). Menurut tergugat itu dilakukan penggugat secara sengaja dan iktikad tidak baik karena penggugat telah bekerja di kantor advokat lain.

Majelis hakim memang mempertimbangkan surat pernyataan dari kantor advokat dan konsultan hukum Mile and Partners yang menyatakan penggugat bukan pekerja atau tidak bekerja pada kantor advokat tersebut. Namun, berdasarkan surat gugatan perceraian dari kantor advokat Mile and Partners pada Agustus 2014 di PN Tangerang majelis menemukan bukti ada nama penggugat dalam surat kuasa dalam gugatan tersebut. Itu diperkuat oleh penetapan kepaniteraan PN Tangerang tertanggal 28 Agustus 2014 dan perkara itu diputus 26 Februari 2015.

Alat bukti itu, simpul majelis hakim, menunjukkan penggugat mengakui dirinya sebagai advokat dan konsultan hukum Mile and Partners. Setidaknya, ‘pengakuan’ itu terjadi sejak menandatangani surat kuasa tertanggal 18 Agustus 2014 dalam perkara perceraian di PN Tangerang. Dalam buku bulletin Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) edisi 23 April 2015 tercantum data penggugat yang pindah alamat dari kantor hukum Lontoh & Partners ke Mile and Partners.

Majelis berpendapat penggugat merahasiakan dan tidak memberitahukan perkara yang ia tangani tersebut kepada tergugat sebagai firma hukum yang menggaji penggugat. Menurut majelis tindakan yang dilakukan penggugat dengan sengaja tidak memberitahukan telah bekerja di perusahaan lain sama dengan tidak memberi keterangan dengan benar atau keterangan palsu kepada tergugat. Sehingga tergugat tetap membayar upah kepada penggugat meskipun penggugat telah bekerja di tempat lain. Majelis menilai tindakan itu menunjukkan penggugat melakukan iktikad yang tidak baik.

Ketua majelis, Budhy Hertantyo, melanjutkan Pasal 7 ayat (2) Perjanjian Kerja antara kedua pihak menyatakan tergugat dapat mengakhiri perjanjian kerja bila penggugat melakukan pelanggaran, kelalaian atau kesalahan; gagal memenuhi tuntutan prestasi atas pekerjaan yang diminta tergugat; serta memberi keterangan palsu atau dipalsukan sehingga merugikan perusahaan atau kepentingan klien.

Selain telah bekerja di tempat lain, majelis melihat penggugat melakukan tindakan yang merugikan tergugat saat melaksanakan tugas. Dimana dalam perkara perdata di PN Jakarta Timur, penggugat yang mewakili tergugat atas nama klien tidak melakukan koordinasi terlebih dulu untuk menyetujui pencabutan gugatan dari pihak lawan menjelang dibacakannya putusan. “Majelis berpendapat hal itu telah memberikan dampak merugikan terhadap tergugat. Menurut majelis tindakan itu telah melanggar Pasal 7 ayat (2) perjanjian kerja,” kata Budhy.

Berdasarkan pertimbangan itu Budhy menilai penggugat telah bekerja di tempat lain dan melanggar perjanjian kerja. Disamping itu dalam gugatannya, penggugat tidak keberatan jika diputus hubungan kerjanya dan memohon majelis memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) maka majelis menyatakan penggugat mengundurkan diri atas dasar kemauan sendiri sejak 18 Agustus 2014.

Melanjutkan Budhy, Ida mengatakan sesuai pasal 162 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, selain uang pisah penggugat juga menerima uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mengingat penggugat bekerja sejak 7 Maret 2011 sampai pengunduran diri tertanggal 18 Agustus 2014, majelis menilai masa kerja penggugat lebih dari tiga tahun dan kurang dari 4 tahun. Maka besaran uang pisah yang diterima penggugat sebesar 2 bulan upah atau Rp8 juta.

Membacakan amar putusan, Budhy mengatakan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Menyatakan putus hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat sejak 18 Agustus 2014 karena penggugat mengundurkan diri atas kemauan sendiri. “Menghukum tergugat membayar uang pisah kepada penggugat,” tukasnya.

Usai mendengarkan pembacaan putusan, Leonidas secara singkat mengatakan masih pikir-pikir apakah menerima atau melakukan upaya hukum atas putusan tersebut. “Untuk sementara ini belum ada keputusan, kami masih pikir-pikir,” ucapnya.

Kuasa hukum tergugat, Sri Novianora, mengatakan dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan penggugat telah melakukan kesalahan. Pertama, telah bekerja di perusahaan lain sehingga dianggap mengundurkan diri. Kedua, bertindak diluar wewenang atau kuasa yang diberikan ketika menjalankan tugas.

Untuk membayar uang pisah sebesar Rp8 juta, Sri belum bisa memastikan pembayaran uang pisah sebesar 8 juta rupiah. Ia mengatakan hakim sudah mempertimbangkan kewajiban itu berdasarkan hukum yang berlaku. Pihaknya masih akan membahas upaya hukum lanjutan secara internal. “Kami akan bicarakan ini dulu secara internal,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait