Tantangan Digitalisasi Lembaga Peradilan di Masa Depan
Terbaru

Tantangan Digitalisasi Lembaga Peradilan di Masa Depan

Integrasi hukum dan teknologi informasi digital terkait substansi hukum permohonan perkara dan putusan masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan ke depannya.

Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit

Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan MK mempunyai visi misi menjadikan peradilan yang modern. Adanya pandemi semua perkara dilakukan secara daring dan hybrid karena harus melihat bukti fisik secara otentik. Kemajuan teknologi semua informasi masuk dalam genggaman masing-masing melalui smartphone. “Di era disrupsi ini ada dua dampak yakni dampak positif dan negatif, yang mempengaruhi kehidupan semua lapisan masyarakat berbangsa dan bernegara,” ujar Arief.

Arief mengatakan dampak negatif dengan kemajuan teknologi bisa dikacaukan dengan konten-konten yang sangat berbahaya, sehingga bila itu dilakukan terus-menerus akan menjadi pemahaman publik. Dia mengingatkan dahulu kemajuan revolusi industri pernah membuat negara hilang dan ada yang gagal dialami pada masa revolusi industri abad ke-14. “Kalau kita tidak mampu, kita tidak berhasil menjadi negara pemenang di era diskrupsi saat ini,” ujarnya.

Karena itu, supaya berhasil di era diskrupsi teknologi ini, jangan sampai kebudayaan dan nilai-nilai budaya di masyarakat Indonesia menjadi hilang. Sebagai contoh, budaya musik Korea atau K-pop dan drama Koreanya. “Kita harus creative thinking, melakukan inovasi yang terus menerus. Jangan sampai tergerus secara global. Kita tetap mempertahankan budaya bangsa dengan latar belakang filosofinya,” ujarnya.

Arief mengatakan hukum bisa dipakai mengatur sistem teknologi. Jika ada dampak negatif harus diatur oleh hukum. Sistem teknologi telah mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Hal ini sejalan dengan aspek kemanfaatan dibangunnya sistem hukum. Sistem teknologi informasi dalam perkembangannya membutuhkan hukum untuk mengaturnya dalam implementasi.

“Sistem hukum yang baik membutuhkan sistem teknologi informasi untuk mewujudkan kemudahan akses (kemanfataan, kepastian, dan keadilan, red),” ujarnya.

Dalam praktek persidangan digital online, terdapat permasalahan yang potensial dialami para pihak yang berperkara terkait memahami hukum acara peradilan, mulai pengajuan permohonan online, persidangan online, dan semua digitalisasi berkas permohonan serta alat bukti yang disyaratkan lembaga peradilan. Kemudian, daya beli masyarakat terhadap ketersediaan sistem teknologi informasi digital selama persidangan dilaksanakan. Selain itu, perangkat mobile dan koneksi jaringan internet untuk persidangan jarak jauh.

Menurutnya, tantangan masa depan digitalisasi persidangan di MK belum meratanya budaya melek teknologi di tengah masyarakat, sehingga pemanfataan teknologi informasi oleh masyarakat menjadi ikut tidak merata. Integrasi hukum dan teknologi informasi digital di MK baru sebatas mempengaruhi rasa keadilan terkait kemudahaan akses masyarakat yang berperkara di MK, serta rasa keadilan terkait dengan nilai transparansi peradilan.

“Integrasi hukum dan teknologi informasi digital terkait substansi hukum permohonan perkara dan putusan masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan ke depannya.”  

Tags:

Berita Terkait