Tiga Poin Revisi UU MD3 Ini Akhirnya ‘Digugat’ ke MK
Utama

Tiga Poin Revisi UU MD3 Ini Akhirnya ‘Digugat’ ke MK

Pemohon minta kepada MK agar ketiga pasal tersebut dihapus karena bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Irman menerangkan Pasal 73 mengenai mekanisme pemanggilan paksa dengan bantuan polisi, Pasal 122 mengenai langkah hukum Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kepada siapapun yang merendahkan DPR dan anggota DPR. Serta, Pasal 245 pemanggilan dan permintaan keterangan penyidik kepada DPR harus mendapat persetujuan tertulis presiden setelah mendapat pertimbangan MKD.

 

Menurutnya, pemanggilan paksa terhadap warga masyarakat ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip DPR sendiri sebagai lembaga perwakilan rakyat. Sebab, pemanggilan paksa tidak relevan digunakan untuk mengontrol perilaku warga masyarakat. “Warga masyarakat telah menjadi korban dari pemanggilan paksa ini,” kata dia.

 

Selain itu, hak DPR mengambil tindakan hukum terhadap warga negara dinilai bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, prinsip perwakilan dalam pemilu, dan juga bertentangan dengan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan DPR sendiri. Hal ini pun, kata dia, dapat dianggap sebagai merendahkan marwah dan kedudukan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.  

 

Menurutnya, DPR bukanlah orang perseorangan, kelompok atau badan hukum yang secara kedudukannya berada pada posisi yang lemah. Terlebih orang-perorangan ini meliputi warga negara yang sudah tua renta dan masyarakat miskin yang bisa saja dijadikan subjek gugatan perdata, bahkan pidana oleh lembaga sebesar DPR. “Level ‘tarung’ DPR adalah pelaku dan pemegang kekuasaan,” kritiknya.  

 

Mengenai pasal hak imunitas juga dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum, yang menjamin persamaan di muka hukum dan bertentangan dengan prinsip hak imunitas DPR yang dijamin Pasal 20A UUD 1945. “Secara a contrario tafsir hak imunitas DPR hanya berlaku jika terjadi tindak pidana yang tidak berhubungan dengan tugas anggota DPR. Sedangkan hak imunitas tidak berlaku jika berhubungan dengan tugas anggota DPR.”

 

Padahal, menurut Irman, seharusnya hak imunitas diberikan terkait hubungannya dengan tugasnya sebagai anggota DPR. Selain itu, pasal ini dapat ditafsirkan semua tindak pidana dimaknai menjadi hak imunitas absolut, sehingga seluruh tindak pidana tidak bisa menjangkau anggota DPR.

 

Para Pemohon yang memiliki hak perlakuan sama di hadapan hukum, kepastian hukum yang adil, mengeluarkan pendapat secara pikiran, lisan dan tulisan, memohon kepada MK untuk mengabulkan permohonan. Atau setidaknya mengabulkan permohonan provisi pemohon untuk diputus secepatnya.

 

“Mengingat adanya kebutuhan mendesak terhadap berlakunya norma ini. Para Pemohon dan setiap warga negara sudah dapat langsung dituntut secara pidana ataupun perdata,” katanya.

Tags:

Berita Terkait