Tiga Tahapan Penting Penyusunan Legal Due Diligence
Utama

Tiga Tahapan Penting Penyusunan Legal Due Diligence

Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan berjenjang.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam Webinar Hukumonline 2021 bertajuk 'Memahami Strategi Pembuatan Legal Due Diligence Sebagai Aspek Penting Bagi Perusahaan', Kamis (18/11/2021). Foto: RES
Narasumber dalam Webinar Hukumonline 2021 bertajuk 'Memahami Strategi Pembuatan Legal Due Diligence Sebagai Aspek Penting Bagi Perusahaan', Kamis (18/11/2021). Foto: RES

Legal Due Diligence (uji tuntas) merupakan salah satu dokumen yang tak asing bagi kalangan konsultan hukum. Dokumen ini kerap digunakan perusahaan untuk melakukan kegiatan bisnis tertentu sebagai sebuah proses mengkaji dan menganalisa dokumen-dokumen suatu obyek transaksi/target untuk menilai kepatuhan perusahaan dari segi hukum, anggaran dasar perusahaan, perjanjian-perjanjian.

Partner Dewi Djalal and Partners (DDP), Indra Ramadhona Sarumpaet, menjelaskan secara umum legal due diligence atau legal audit secara umum didefenisikan sebagai kegiatan pemeriksaan secara seksama dari segi hukum yang dilakukan oleh konsultan hukum terhadap kepatuhan perusahaan atau obyek transaksi sesuai dengan tujuan transaksi.

“Arahnya untuk memperoleh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau obyek transaksi,” ujar Indra Ramadhona Sarumpaet Webinar Hukumonline 2021 bertajuk “Memahami Strategi Pembuatan Legal Due Diligence Sebagai Aspek Penting Bagi Perusahaan”, Kamis (18/11/2021).

Dia menerangkan tujuan legal due diligence meliputi beberapa hal, seperti memperoleh status hukum atau penjelasan hukum terhadap dokumen yang diaudit atau diperiksa. Memeriksa legalitas suatu badan hukum atau badan usaha. Memeriksa tingkat ketaatan suatu badan hukum atau badan usaha. Memberikan pandangan hukum atau kepastian hukum dalam suatu kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan.

“Memetakan risiko terhadap rencana transaksi. Hasil legal due diligence dapat digunakan untuk menawarkan harga,” kata Indra menjelaskan. (Baca Juga: Perlunya Memahami Proses Legal Due Diligence bagi Calon Advokat)

Dalam menyusun legal due diligence ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain profesionalitas meliputi keahlian yang dimiliki konsultan hukum, kehati-hatian, integritas, serta kepastian hukum. Prinsip keterbukaan (disclosure) juga penting yakni adanya asas keterbukaan serta materialitas agar tidak terjadi misleading dan agar akurat.

Prinsip lainnya yaitu independensi, berkaitan dengan prinsip keterbukaan, penyusunan legal due diligence harus berpegang pada prinsip independensi, sehingga audit yang dihasilkan benar-benar menginformasikan kondisi objektif dari perusahaan yang diuji tuntas. “Dalam konteks pasar modal, bahwa uji tuntas dilakukan untuk kepentingan publik,” lanjut Indra.

Selanjutnya, dia membeberkan sedikitnya 3 tahap penting dalam menyusun legal due diligence. Pertama, perencanaan, yakni mengetahui tujuan diadakannya uji tuntas. Memahami siapa klien atau pengguna dari laporan legal due diligence ini. Pada tahap ini perlu dilakukan penyusunan jadwal dan tahapan pekerjaan. Melakukan identifikasi peraturan terkait dan membuat daftar pertanyaan serta daftar pihak yang perlu diminta keterangan. Terakhir, membuat daftar dokumen yang akan diperiksa (disampaikan dalam bentuk surat permintaan dokumen).

Kedua, pelaksanaan (aktivitas). Dimulai dengan memeriksa dokumen terkait beserta kelengkapannya dan segala peraturan terkait. Kemudian melakukan konfirmasi atas dokumen yang diperiksa, seperti melihat kondisi lapangan. Konfirmasi juga dilakukan dengan instansi atau lembaga penerbit, dan dengan pengguna jasa atau pihak lain yang ditunjuk.

Kemudian, melakukan wawancara dan/atau meminta keterangan tertulis, dan rapat due diligence dengan tim lain yang sedang melakukan due diligence. Perlu juga dilakukan penelusuran dokumen di pengadilan, misalnya apakah ada proses sengketa yang terkait dengan perusahaan. Terakhir penulisan laporan legal due diligence.

Ketiga, pengawasan berjenjang. Dalam sebuah firma hukum biasanya tahap penyusunan dilakukan oleh associate, kemudian dilakukan supervisi dan quality control oleh senior associate. Pemeriksaan akhir dilakukan oleh partner. Menurut Indra, jika dirasa ada yang kurang maka dikembalikan ke senior associate untuk dilengkapi atau diperbaiki.

Hukumonline.com

Indra Ramadhona Sarumpaet saat pemaparan materi

Mulai hybrid

Rekan sekantor Indra di Dewi Djalal and Partners, Ari Wahyudi Hertanto, berpendapat segala sesuatu tentang due diligence berkaitan dengan finansial. Bisa jadi finansial itu dalam bentuk keuntungan yang akan diperoleh perusahaan, liabilitas, insentif, atau yang lainnya. Aspek finansial ini bisa juga digunakan untuk memitigasi kemungkinan yang akan terjadi.

Misalnya, ada sebuah perusahaan pesawat terbang yang diakuisisi ternyata memiliki utang yang sangat besar. Due diligence dilakukan sebelum akuisisi untuk memitigasi risiko. Nantinya, due diligence itu menjadi titik tolak negosiasi harga jual perusahaan pesawat tersebut. Begitu juga bank yang ingin go public, terlebih dulu harus menjalankan due diligence.

Jika dibandingkan dengan negara lain, Ari melihat proses pelaksanaan due diligence di Indonesia sifatnya masih konvensional karena mengandalkan dokumen baik cetak dan digital. Negara lain seperti yang terdekat dengan Indonesia sudah memanfaatkan teknologi canggih yang disebut sebagai “smart computer” dalam melaksanakan due diligence dengan menggunakan data berbasis digital.

“Pemanfaatan teknologi itu membuat pelaksanaan due diligence relatif cepat daripada konvensional,” kata dia.  

Tapi, saat ini pembuatan due diligence di Indonesia sudah mulai dilakukan dengan cara hybrid atau menggunakan basis dokumen cetak dan digital. “Kalau sekarang kita sudah mulai model hybrid. Kalau dulu kita harus masuk ke data room (dimana dalam satu ruangan terkumpul dokumen yang dibutuhkan dan berbasis cetak, red),” katanya.

Tags:

Berita Terkait