Tiga Tantangan Carbon Capture Storage Bagi Pelaku Usaha
Terbaru

Tiga Tantangan Carbon Capture Storage Bagi Pelaku Usaha

Seperti biaya yang dibutuhkan untuk CCS tergolong sangat mahal, hingga perlu pengaturan yang memadai dan dukungan pemerintah.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk proyek itu sekitar AS$1,6 milyar. Untungnya pemerintah Norwegia berperan aktif dengan menanggung sebesar AS$1,2 milyar dari biaya tersebut dan sisanya AS$440 juta dibagi Equinor, Total, dan Shell. Mahalnya ongkos membangun CCS membuka peluang untuk melakukan mitigasi lingkungan terkait krisis iklim menggunakan cara lain seperti energi terbarukan dan blue carbon. Selain itu ada juga perdagangan bursa karbon melalui IDX Carbon.

Tapi strategi yang dipilih pelaku usaha dalam melakukan mitigasi lingkungan berbeda-beda. Fransiscus menjelaskan untuk perusahaan yang induknya di benua Eropa biasanya tetap memilih cara yang secara nyata memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. “Tapi memang perusahaan punya kebijakan, misal perusahaan eropa itu arahnya tidak boleh merusak iklim maka mereka tetap menggunakan CCS,” ujarnya.

Kedua, penerapan teknologi CCS membutuhkan energi yang besar sehinngga menghasilkan emisi karbon. Penyimpanan pada ekosistem tertentu seperti reservoir bekas atau bawah laut berpotensi berdampak pada lingkungan apalagi risiko itu belum diteliti secara sempurna. Ada juga risiko kebocoran (leaked).

Ketiga, perlu pengaturan yang memadai dan dukungan pemerintah. Fransiscus menyebut bantuan dari pemerintah sangat dibutuhkan mengingat biaya membangun CCS sangat mahal. Kepastian regulasi dan pengawasan dari pemerintah juga diperlukan seperti ketentuan pembayaran royalti, kerjasama dengan luar negeri dan insentif pajak.

“Memang salah satu tantangan CCS untuk saat ini antara lain biaya tinggi, mahal,” ujarnya.

Menambahkan Fransiscus, Associate pada Kantor Hukum SSEK Law Firm, Albertus Jonathan Sukardi menjelaskan proses umum CCS dimulai dari penangkapan karbon. Yakni kegiatan usaha penangkapan dan pemrosesan karbon dengan spesifikasi tertentu untuk diangkut dengan moda pengangkutan tertentu.

Kemudian pengangkutan karbon, merupakan kegiatan usaha yang mencakup pengangkutan karbon dari fasilitas penangkapan dan/atau pemrosesan dengan moda pengangkutan sampai titik serah injeksi karbon. Terakhir, penyimpanan karbon, yakni kegiatan usaha penginjeksian dan penyimpanan karbon ke Zona Target Injeksi (ZTI) dengan aman dan permanen.

Albertus memaparkan sedikitnya ada 4 dasar hukum CCS yang berlaku di Indonesia. Pertama, Perpres No.98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengedalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional serta aturan turunanya.

Kedua, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No.2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, Serta Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. “CCS ini sejak 2023 sudah diatur dengan terbitnya Permen ESDM 2/2023,” imbuhnya.

Ketiga, Perpres 14/2024. Keempat, Pedoman Tata Kerja No.PTK-070/SKKIA0000/2024/59 SKK Migas tentang Penyelenggaraan CCS dan CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage) Pada Wilayah Kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Perpres 14/2024 mengatur beberapa institusi yang bertindak sebagai regulator yakni SKK Migas, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Terkait.

Tags:

Berita Terkait