Tindak Lanjuti Putusan MK, Dua UU Ini Bakal Masuk Prolegnas Prioritas 2022
Utama

Tindak Lanjuti Putusan MK, Dua UU Ini Bakal Masuk Prolegnas Prioritas 2022

UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah diperbarui dengan UU No.15 Tahun 2019 dan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan masuk daftar kumulatif terbuka dan masuk Prolegnas Prioritas 2022.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Pekan depan akan dibahas prolegnas prioritas 2022,” kata dia.

Firman melanjutkan perbaikan terhadap dua UU itu akan dilakukan secara cermat dan hati-hati. Hal itu dilakukan untuk meminimalkan agar tidak dibatalkan lagi oleh MK. “Maka langkah yang dilakukan DPR akan segera melakukan tahapan revisi melalui prolegnas,” katanya.

Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN RI, Yunan Hilmy, mencatat sedikitnya ada 5 ratio decidendi atau dasar hukum dari putusan MK tersebut. Pertama, dalam suatu negara demokratis konstitusional tidaklah dapat dipisahkan antara tujuan yang hendak dicapai dengan cara yang benar dalam mencapai tujuan tersebut.Kedua, metode omnibus law ini tidak dapat digunakan selama belum diadopsi dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Ketiga, terbuka ruang untuk melakukan perubahan terhadap lampiran UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Persoalan teknis atau metode tersebut dirancang untuk selalu dapat mengikuti atau adaptif terhadap perkembangan kebutuhan. Termasuk dalam hal akan dilakukan penyederhanaan peraturan perundang-undangan dengan metode apapun termasuk omnibus law.

Keempat, RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, tidak boleh lagi dilakukan perubahan yang sifatnya substansial. Kelima, pembentukan UU dengan proses dan mekanisme yang menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya dapat dikatakan pembentukan UU melanggar prinsip kedaulatan rakyat.

“Untuk menghindari dampak yang lebih besar terhadap pemberlakuan UU No.11 Tahun 2020, MK juga menyatakan hal yang bersifat strategis dan berdampak luas agar ditangguhkan terlebih dahulu,” ujar Yunan.

Menurut Yunan, putusan MK itu ditujukan kepada pembentuk UU, sehingga menjadi tanggung jawab kolektif Presiden, DPR dan juga DPD untuk hal tertentu. Diperlukan juga kajian yang mendalam mengenai konsekuensi perubahan UU No.11 Tahun 2020 akibat putusan MK terhadap berbagai peraturan pelaksana yang telah terbit.

“Diperlukan juga kajian yang mendalam mengenai potensi diaturnya metode omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan melalui perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan atau melalui Peraturan Presiden,” kata dia.

Untuk itu, beberapa opsi yang dapat dilakukan menindaklanuti putusan MK itu, antara lain menyusun RUU melalui daftar kumulatif terbuka. Menyusun ulang revisi UU No.11 Tahun 2020 sesuai kaidah lampiran II UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. “Bisa juga mencantumkan konsep pengaturan metode omnibus law dalam perubahan atau penggantian UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan atau dalam Peraturan Presiden.”

Tags:

Berita Terkait