Tips Hukum bagi Konten Kreator Agar Terhindar Gugatan Hak Cipta
Jeda

Tips Hukum bagi Konten Kreator Agar Terhindar Gugatan Hak Cipta

Para pembuat konten juga harus memahami hak-hak nya atas produk yang dihasilkan, sehingga dapat melindungi dirinya dari kerugian.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Hukumonline mengadakan diskusi IGTV bertemakan Content Creator Digital, Wajib Melek Perlindungan Hak Cipta, pada Selasa (2/11). Foto: RES
Hukumonline mengadakan diskusi IGTV bertemakan Content Creator Digital, Wajib Melek Perlindungan Hak Cipta, pada Selasa (2/11). Foto: RES

Perkembangan industri konten digital sangat pesat saat ini seiring kemunculan berbagai wadah atau platform media sosial yang digemari masyarakat. Masyarakat memanfaatkan media sosial tersebut untuk membuat konten digital sehingga dapat disaksikan para pengguna atau user. Dari kegiatan tersebut si pembuat konten atau content creator mendapatkan nilai ekonomi atau monetisasi berdasarkan kriteria sesuai yang ditetapkan platform.

Dari maraknya pembuatan konten digital tersebut terdapat aspek yang selama ini masih luput dari perhatian yaitu hukum hak cipta. Dengan kemudahan teknologi digital, orang lain dapat menyadur atau mengambil konten orisinil dari content creator untuk kepentingan komersial. Sayangnya, si pembuat konten orisinil tersebut tidak mendapatkan royalti dari hasil penduplikasian tersebut. Padahal, terdapat ketentuan mengenai hak-hak tersebut sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Atas dasar itu, Hukumonline mengadakan diskusi IGTV bertemakan “Content Creator Digital, Wajib Melek Perlindungan Hak Cipta!” pada Selasa (2/11). Kasubdit Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkumham, Agung Damarsasongko, menjelaskan kemajuan teknologi digital saat ini memudahkan seseorang menyebarluaskan konten milik orang lain. Sehingga, masyarakat perlu memahami hak dan kewajiban dari tindakannya tersebut agar tidak menimbulkan sengketa hukum.

Para pembuat konten juga harus memahami hak-hak nya atas produk yang dihasilkan sehingga dapat melindungi dirinya dari kerugian. “Dalam era digital semua jadi mudah, seorang pencipta dapat membuat karya ciptaannya dan gampang bisa dishare dan membuat konten secara bebas dengan teknologi yang dimiliki walau sederhana sekalipun. Di lain pihak kemudahan tadi muncul dalam waktu singkat kompetitor-kompetitor yang menggunakannya tanpa hak. Dalam kondisi ini perlindungan hak cipta jadi penting untuk melindungi dari berbagai pelanggaran,” jelas Agung. (Baca: Urgensi Melindungi Kekayaan Intelektual di Era Pandemi)

Hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta). Hak Cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi (Pasal 4 UU Hak Cipta). Akan tetapi, perlu diketahui bahwa "hak eksklusif" adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Bagi, pemegang Hak Cipta yang bukan pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.

Selain itu, Agung mengimbau agar pencipta segera mencatat waktu produksi dan mendaftarkan hasil karyanya. Hal tersebut perlu dilakukan agar memiliki data otentik karya dan menghindari pengakuan atau klaim dari pihak lain.

CEO Bapak2id, Marsani Lempar Lembing menilai kesadaran hak cipta pada content creator harus ditingkatkan khususnya mengenai izin menggunakan karya orang lain. Dia menilai para pembuat konten masih awam mengenai hukum hak cipta tersebut. Selain itu, dia juga menyoroti masih terdapatnya penduplikasian karya yang dilakukan orang lain secara sembarangan. Padahal, dari karya tersebut memiliki nilai kekayaan intelektual.

“Kami sadar bahwa banyak content creator memanfaatkan karya orang lain,” jelas Marsani.

Dia menilai fokus utama pembuatan konten masih berorientasi ketersebaran atau share tanpa mementingkan aspek hak cipta. Dia juga pernah mengalami hasil karyanya diduplikasi orang lain tanpa izin. Atas persoalan tersebut, dia menegur secara baik-baik pihak yang menduplikasi karyanya tersebut.

“Pelan-pelan kami sadar dan sekarang sudah memproses pendaftaran. Kami sedang proses pendaftaran nama, logo bahkan boneka (yang digunakan untuk konten). Kami juga menegur baik-baik yang me-duplicate konten kami sekalian juga mengedukasi,” jelas Marsani.

Sanksi mengenai pelanggaran hak cipta diatur dalam Pasal 113 UU Hak Cipta dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
  2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Tags:

Berita Terkait